Alfred Yohanes, OFM

Ensiklik Laudato Si’ yang dikeluarkan Paus Fransiskus lima tahun silam merupakan ajakan bagi seluruh warga dunia untuk merawat bumi rumah kita bersama yang sedang berada dalam situasi kritis. Ajakan tersebut sekaligus menjadi bahan refleksi bersama umat manusia untuk bergerak membangun sebuah sistem kehidupan baru (babak baru) yang mengedepankan harmonisasi dan kesejahteraan bersama. Setiap orang dipanggil untuk mengusahakan perdamaian dengan semesta sambil tetap membuka telinga terhadap jeritan bumi dan jeritan kaum papa.

Revolusi Laudato Si’: Revolusi Semangat dan Cara Berpikir

     Berbagai macam peristiwa belakangan ini menunjukkan kondisi bumi dalam keadaan terancam. Eksploitasi terhadap sumber daya alam menyebabkan masalah besar bagi bumi. Selain itu, juga berdampak bagi keberlangsungan hidup beberapa kelompok masyarakat adat pedalaman. Victoria Tauli Corpuz, pemimpin adat dari Filipina dan mantan pelapor khusus PBB untuk hak masyarakat adat menyatakan, bahkan di tengah situasi pandemi covid-19, pemerintah dan pebisnis tetap melakukan perampasan tanah ulayat dan pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat di daerah pedalaman Filipina. Hal yang sama terjadi di Uganda dan Kenya.[1]

     Persoalan-persoalan lingkungan hidup hendaknya menjadi perhatian serius seluruh umat manusia. Perlu ada gerak perlawanan bersama agar cara pandang dan cara berpikir terhadap “Rumah Kita Bersama” sejalan dan sepaham. Cara pandang dan pola pikir perlu direkonstruksi dengan suatu sistem pemikiran baru yangterstruktur, kreatif, inovatif, selaras dengan siklus alam, dan bersifat membangun. Sistem cara berpikir ini harus pula dibarengi dengan semangat, gerak nyata, dan konsistensi. Berkaitan dengan hal tersebut, ensiklik Laudato Si’ sejak awal telah menawarkan cara berpikir ini. Sayangnya, semangan dan cara berpikir yang ditawarkan oleh Laudato Si’ tidak dibarengi dengan aksi dan gerak bersama. Antusiasme terhadapnya sebatas semangat awal dan bersifat parsial. Hal inilah yang mendorong Paus Fransiskus, dalam perayaan lima tahun ensiklik yang berbicara secara lantang tentang masalah ekologi itu, untuk menggalakkan Revolusi Laudato Si’.

     Bukan hanya sekadar slogan perayaan, Paus Fransiskus hendak menggaungkan secara terus-menerus jeritan bumi dan jeritan kaum papa. Ajakan revolusi ini kemudian ditanggapi oleh Dewan JPIC-OFM Internasional dengan mengadakan kampanye global. Kampanye global ini bertujuan untuk mendorong dan mempromosikan pertobatan ekologis yang di dalamnya juga turut meliputi aspek sosial dan ekonomi.

     Kampanye global para Fransiskan di seluruh dunia, 45 lembaga sosial yang bergerak pada bidang lingkungan hidup dan kemanusiaan, dan semua orang yang mengagumi Santo Fransiskus dari Assisi. Minister General OFM, Br. Michael Perry, OFM mengapresiasi dan mendukung gerakan tersebut serta mengundang semakin banyak orang terlibat secara bersama merawat bumi ini, “Ini bukan waktunya menutup diri, Laudato Si’ mendorong kita menjangkau dan melangkah keluar. Kita semua terhubung satu sama lain, bahwa tangisan orang miskin adalah tangisan kita, begitu juga tangisan bumi”.

 

Mengambil Pilihan Radikal Mewujudkan Karisma Fransiskan

     Tema besar yang diusulkan Paus Fransiskus dalam revolusi laudato Si’ adalah Pertobatan Ekologi yang integral. Suatu perubahan cara pandang terhadap alam tidak akan berjalan dengan baik jika tidak melibatkan perubahan pada aspek politik, sosial, budaya, dan ekonomi. Secara konkret, pertobatan yang dimaksudkan mesti terkait erat dengan kenyataan dan permasalahan yang sedang dialami saat ini, bukan sekadar konsep-konsep besar. Paus Fransiskus mengajak setiap pribadi untuk bergerak dan membenah diri dari segala perilaku buruk yang mengancam ketentraman dan keharmonisan semesta. Pertobatan Ekologis Integral harus dilihat sebagai momen membangun kembali kesadaran akan pentingnya merawat Rumah Kita Bersama.

     Bulan Juni lalu, Komisi Tahta Suci tentang Ekologi Integral mengeluarkan dokumen berjudul “Journeying towards Care for Our Common Home: Five Years after Laudato Si”. Dokumen ini berisi ajakan untuk berkontribusi mewujudkan proyek perawatan bumi sebagai rumah kita bersama. Ada banyak hal yang harus dibenahi secara serius. Mulai dari  perubahan cara berpikir tentang bumi sampai pad acara bertindak dan evaluasi terhadap tindakan tersebut.

     Inisiatif baik Tahta Suci ini kemudian menantang Para Fransiskan secara khusus untuk berkomitmen pada misi perlindungan dan perawatan terhadap bumi. Para Fransiskan bukan saja menyerukan spirit Laudato Si’ kepada dunia tetapi mengambil pilihan paling radikal untuk mewujudkan karisma tersebut dalam praktek kerja nyata. JPIC Internasional sebagai penggerak revolusi Laudato Si’ menyatakan bahwa “sebagai individu, persaudaraan, entitas, dan sebagai tatanan internasional, kami merasa tertantang untuk membuat pilihan yang jelas dan radikal ke arah cara hidup yang ditunjukkan oleh Laudato Si”.

     Gerak nyata tersebut bisa dilihat pada dua komunitas persaudaraan Fransiskan, yaitu Paroki Misi San Luis Rey di Ocienside, California-Amerika Serikat dan Paroki Santa Maria Ratu Para Malaikat Khurubhoko, Flores, NTT, Indonesia. Dua komunitas ini mengambil pilihan paling radikal untuk mewariskan kharisma Fransiskan kepada dunia dan masyarakat sekitar. Paroki Misi San Luis Rey di Ocienside California mengusahakan panel surya untuk menghemat penggunaan listrik. Panel surya tersebut berdampak signifikan pada pengurangan jejak karbon paroki dengan mengurangi pelepasan sekitar 557.500 Pon CO­2 ke atmosfer. Penggunaan panel surya menghemat 405 barel minyak dalam energi berbasis bahan bakar fosil dan secara ekonomi sangat murah.[2]

     Gerakan serupa dibuat oleh Paroki Santa Maria Ratu Para Malaikat Khurubhoko, Flores, NTT, Indonesia, dengan mengusahakan panel surya dan biogas. Secara ekologis kedua usaha ini ramah lingkungan dan memberi manfaat bagi kehidupan paroki dan masyarakat sekitar. Panel surya menjadi sumber listrik yang berguna untuk penerangan sedangkan biogas bertujuan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Manfaat lain dari biogas ini ialah sisa produksi berupa kotoran hewan dapat dipakai sebagai pupuk tanaman.[3]

     Pilihan radikal melalui perubahan pola hidup seperti yang terjadi pada dua entitas di atas sangat diperlukan demi terciptanya relasi harmonis antara alam dan manusia. Manusia menghargai alam dan alam senantiasa menyediakan kebutuhan manusia. Manusia hanya dapat hidup dengan baik jika alam berada dalam kondisi yang baik. Di luar itu, meskipun kehidupan yang baik bisa diusahakan, akan terdapat pihak-pihak yang dikorbankan, seperti orang-orang miskin dan yang terpinggirkan.

 

Penutup

     Revolusi Laudato Si’ merupakan gerak dan usaha bersama merawat bumi. Gerak dan usaha tersebut harus dinyatakan dalam tindakan konkrit sehari-hari. Pilihan-pilihan dan gaya hidup lama yang mendatangkan malapetaka bagi rumah kita bersama harus ditinggalkan dan diganti dengan pilihan-pilihan dan cara hidup yang baru yang membawa kedamaian, keharmonisan, dan kesejahteraan. Manusia harus berani mengambil pilihan paling radikal yang selaras dengan alam, membangun prespektif baru yang mengedepankan aspek kemanusiaan, dan membangun gerak revolusioner bersama dengan berlandaskan semangat Laudato Si’.

 

[1]https://www.globalwitness.org/en/blog/defending-environment-time-covid-19-increasing-threats-clampdowns-freedoms-and-tragic-losses/, diakses pada tanggal 22 Sepetember 2020.

[2] https://www.laudatosirevolution.org/project/mission-san-luis-rey-parish-in-oceanside-california-blessed-the-new-solar-panels-for-the-parish/, diakses pada tanggal 22 Sepetember 2020.

[3] https://www.laudatosirevolution.org/project/renewable-energy-in-the-franciscan-parish-in-kurubhoko-flores/, diakses pada tanggal 22 Sepetember 2020.

1 KOMENTAR

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

nineteen − four =