Oleh: Daniel Klau Nahak OFM

Dalam buku Fioretti dikisahkan sebuah cerita: “Pada suatu hari ketika Fransiskus baru saja selesai berdoa dan hendak meninggalkan hutan Saudara Masseo bermaksud mencoba kerendahan hati Fransiskus. Maka ia menemuinya dan seolah-olah secara bergurau berkatalah ia “Mengapa dibuntuti? Mengapa dibuntuti? Mengapa dibuntuti?” Tanya Fransiskus, “Apa yang hendak kau katakan?  Saudara Masseo menjawab “Maksud saya, mengapa sampai terjadi bahwa seluruh dunia mengikuti engkau dan menaati engkau? Engkau toh tidak ganteng, tidak amat pintar dan tidak berdarah bangsawan. Mengapa seluruh dunia ingin mengikuti engkau?”

Mendengar itu melonjaklah kegembiraan hati Fransiskus. Sambil menengadahkan mukamya dan mengarahkan hatinya kepada Allah. Lalu ia berpaling kepada saudara Masseo dalam kehangatan roh dan berkata “Engkau ingin tahu, mengapa dibuntuti? Mengapa dibuntuti? Mengapa dibuntuti? Engkau ingin tahu mengapa seluruh dunia mengikuti saya? Ini dinaugerahkan kepadaku oleh karena pandangan Allah Yang Mahatinggi yang meneliti yang baik dan yang jahat di segala tempat, tidak dapat menemukan di antara pendosa seseorang yang lebih bejat, tidak berguna dan lebih pendosa daripada saya untuk digunakan sebagai alat bagi karya-Nya yang amat mengagumkan yang hendaknya dilaksanakannya.”

Sesudah 800 tahun pun, pertanyaan yang sama kita sampaikan kepada Fransiskus Asisi “Mengapa sampai terjadi bahwa seluruh dunia mengikuti engkau dan menaati engkau? Engkau toh tidak ganteng, tidak amat pintar dan tidak berdarah bangsawan. Mengapa seluruh dunia ingin mengikuti engkau?”

Dalam wawancara dengan Radio Vatikan, sesudah Penetapan Santo Fransiskus Asisi sebagai Pelindung Ekologi/ Para Pejuang Ekologi, Kardinal Oddi menyatakan bahwa bukan rahasia lagi bahwa masalah ekologi telah menjadi masalah mendasar di zaman ini. Kurangnya rasa hormat terhadap alam, kekerasan yang dilakukan pada alam, dalam berbagai bentuk mengancam keberadaan manusia. Gereja harus menyampaikan suaranya tentang masalah ekologi ini. Di antara orang-orang suci dan terpuji yang menghormati alam sebagai anugerah Tuhan yang luar biasa bagi umat manusia adalah Santo Fransiskus Asisi. Dipenuhi dengan Roh ilahi ia menyanyikan “Pujian segala Mahkluk” yang sangat indah itu. Melalui mereka, Fransiskus menyampaikan pujian, kemuliaan, kehormatan dan semua berkat yang pantas kepada Tuhan yang maha tinggi, maha kuasa dan maha baik. Maka ia dinyatakan sebagai pelindung ahli dan pejuang ekologi. (29 November 1979).

Prinsip Dan – Dan

Karl Barth seorang ahli teologi protestan yang besar, pernah berkata bahwa perbedaan antara teologi protestan dan teologi katolik terletak pada prinsip atau – atau, sedangkan orang-orang katolik berpegang pada prinsip dan – dan (baik maupun). Ini berarti bahwa orang-orang protestan harus memilih antara Tuhan atau manusia. Mereka memilih Tuhan, sehingga manusia tidak berarti sama sekali. Manusia hanya pendosa saja. Tetapi orang-orang Katolik memilih Tuhan maupun manusia. Orang katolik memberi segala hormat kepada Tuhan dan di samping itu menghargai manusia sepenuh-penuhnya. Sikap ini dapat menimbulkan suatu ketegangan umpamanya antara kemahakuasaan Tuhan dan kebebasan manusia, antara rahmat Tuhan dan usaha manusia. Tetapi ketegangan itu selalu dapat diatasi.

Kita dapat berkata bahwa Fransiskus juga berpegang kepada prinsip katolik dan – dan. Memang cocok sekali kalau Fransiskus disebut vir totus catolicus (orang yang seratus persen katolik). Baik Tuhan maupun manusia dan seluruh penciptaan harus dihargai.

Penghayatan Kosmis

Bagaimana prinsip dan – dan menjadi nyata dalam hidup Fransiskus? Kita dapat menerangkannya seperti ini. Fransiskus menghayati Allah dan manusia dan seluruh ciptaan sebagai suatu kesatuan. Kesatuan itu tidak dihayatinya dengan pikiran dan akal budi saja, tetapi juga dengan perasaannya, dengan hatinya, dengan seluruh kemanusiaannya dan seluruh kepribadiannya.

Penghayatan ini kita sebut penghayatan kosmis. Dalam penghayatan itu tidak ada yang dikecualikan, tidak ada yang boleh dibuang. Semua mendapat tempatnya. Rasanya untuk Fransiskus tidak ada sampah. Justru yang kecil, yang tidak berarti dan yang telah disingkirkan mendapat perhatian penuh. Seperti orang kusta yang dibuang oleh masyarakat, orang murtat yang dikucilkan oleh gereja dan orang islam yang pada waktu itu diperangi dalam perang salib. Binatang-binatang kecil termasuk juga seperti cacing dan ulat yang diangkatnya dari jalan dan diletakkannya di tepi jalan supaya diinjak oleh kaki kuda atau manusia. Dalam pikiran Fransiskus seluruh penciptaan menjadi satu keluarga dan semua menjadi saudara, bahkan benda-benda mati seperti angin, api dan air, matahari, bulan dan bintang.

Perasaan kosmis ini adalah suatu perasaan khas untuk Fransiskus. Perasaan ini memberinya suatu corak yang khusus. Namun kita mau bertanya lebih lanjut apa yang membuatnya begitu menarik. Untuk itu sebaiknya kita memperhatikan dari lebih dekat sikapnya terhadap Tuhan, terhadap manusia dan terhadap seluruh penciptaan.

Sikap Fransiskus Terhadap Tuhan

Pertama-tama kita memperhatikan sikap Fransiskus terhadap Tuhan. Siapa Tuhan untuk Fransiskus? Kita dapat berkata bahwa Fransikus melihat Tuhan dari dua segi.

Ia melihatNya sebagai yang Mahatinggi dan Mahaagung yang mengatasi segala sesuatu dan yang senantiasa harus dipuji. Tidak ada kata yang tepat untuk memuji keluhuran-Nya. Oleh karena itu kadang-kadang Fransiskus memakai suatu litani kata pujian untuk memuliakan Tuhan seperti dalam doa pujian kepada Allah Yang Mahatinggi. Kadang-kadang juga Frassiskus hanya mengulangi satu kata, satu kalimat saja seperti terjadi waktu Fransiskus bermalam di rumah Bernardus dari Quintavale. Tengah malam ia bangun dan mulai berdoa sampai pagi dengan hanya mengulangi satu kalimat saja, “Deus meus et Omnia. Tuhanku dan segalanya.”

Tetapi meskipun pikiran akan keagungan Tuhan memegang peranan yang penting dalam hidup Fransiskus namun ia lebih terpesona lagi oleh kebaikan Tuhan, oleh Tuhan sebagai Bapa dan pemberi segala sesuatu. Dan kebaikan Tuhan itu terutama nampak dalam Kristus. Dalam Kristus kebaikan Tuhan menjadi konkret dengan cara yang tidak pernah dapat dipikirkan kalau tidak menjadi kenyataan dari palungan sampai di salib. Tuhan mendekati kita dalam Kristus. Maka seluruh hidup Fransiskus berpusat kepada Kristus. Cita-citanya adalah ia mengikuti jejak Tuhan, hidup menurut Injil, menampakkan hidup Kristus dalam hidupnya sendiri. Maka Fransiskus mau mengulangi hidup Yesus, ia mau mengejawantakannya dalam seluruh hidupnya seperti terjadi di Greccio waktu Fransiskus mengulangi kejadian di Betlehem dan seperti terjadi juga di gunung Alverna waktu ia menerima kelima luka Kristus dan menjadi serupa dengan Kristus.

Sikap Fransiskus Terhadap Manusia

Menurut Pater Optatus, seorang kapusin, ahli Fransiskanologi bahwa Fransiskus berbeda dengan orang-orang suci yang lain karena Fransiskus seakan-akan jatuh cinta akan manusia dan seluruh ciptaan. Ia jatuh cinta karena dalam manusia dan dalam ciptaan ia melihat kehadiran Tuhan secara konkret. Keistimewaan ini membuat Fransiskus begitu menarik.

Pater van Doornik menulis dalam bukunya yang berjudul Fransiskus dari Assisi, Nabi bagi masa kini demikian: “Fransiskus bukanlah hanya nabi karena kepasrahan- mistiknya kepada Tuhan. Iapun mencintai manusia dalam bentuk-bentuk asli yang memikat hati dan kadang-kadang mengharukan. Cukuplah membaca riwayat hidupnya sepintas lalu saja untuk mengetahui bahwa dalam cintanya justru tampil ke depan apa yang dirindukan hati manusia yaitu kesederhanaan, kehangatan dan kebaikan yang memancar keluar. Dan kesemuanya itu begitu polosnya sehingga tak seorangpun merasa menjadi beban baginya.

Pandangan Hidup Fransiskus

Gilbert Chesterton, seorang Inggris, pernah menulis sebuah buku tentang Fransiskus. Dalam buku itu ia berkata bahwa ada perbedaan besar antara seorang yang baik dan seorang yang suci. Orang baik yang menjadi orang suci harus mengalami semacam revolusi. Semua harus diputarbalikkan. Perbedaanya begini. Seorang baik kadang-kadang melihat Tuhan dalam manusia dan dalam segala ciptaan, tetapi seorang suci selalu melihat manusia dan seluruh ciptaan dalam Tuhan secara konkret. Kalau kita- katakanlah bahwa kita ini semua orang baik- melihat burung atau bunga, kita kadang-kadang teringat akan Tuhan. Tetapi kalau Fransiskus memikirkan kebaikan Tuhan, ia teringat akan burung atau bunga yang menggambarkan kebaikan itu. Gilbert Chesterton berkata “Fransiskus melihat seluruh ciptaan dalam Allah dan berasal dari Allah. Ia melihat semua yang ada datang keluar dari rumah Allah sebagai anak-anak Allah. Oleh karena itu apa saja yang dijumpainya sebagai kenalan lama sebagai sahabat akrab. Bagi Fransiskus semua yang ada masih keluarga, masih adik kakak. Itulah sebabnya ia dapat menyebut semua ciptaan saudara-saudarinya.

Sikap ini berlainan sekali dengan sikap kita. Kita hanya kadang-kadang teringat akan Tuhan waktu melihat matahari, bintang atau bunga. Kita seakan-akan bertemu dengan ciptaan di tempat yang cukup jauh dari rumah Bapa dan kita tidak tahu lagi dari mana mereka berasal, kita tidak melihat lagi hubungan erat antara Tuhan dan ciptaan-Nya. Hanya kadang-kadang kita mendapat terang dan melihat Tuhan dalam ciptaan-Nya. Tetapi Fransiskus selalu melihat segala sesuatu dalam Tuhan dan oleh karena itu ia dapat merangkum dan memeluk seluruh ciptaan sebagai anak-anak Bapanya, sebagai saudara-saudarinya. Semuanya dilihatnya sebagai suatu kesatuan dalam Allah. Dan dasar pandangan ini ialah bahwa Fransiskus melihat semua yang ada sebagai tanda kemurahan Tuhan. Seluruh ciptaan mencerminkan kemurahan Allah. Ia menemukan kemurahan itu di mana- mana. Dan kemurahan Tuhan itu hanya dapat di balas dengan satu cara saja yaitu kemurahan dari pihak manusia. Sikap hormat dan perhatian, sikap penuh penghargaan. Dan itulah sikap Fransiskus terhadap Allah, manusia dan seluruh penciptaan.

Hormat, Perhatian dan Penghargaan

Seperti Tuhan dalam kemurahan-Nya menganugerahkan matahari dan hujan kepada orang yang benar dan orang yang tidak benar, demikian juga Fransiskus mau melayani semua orang dan seluruh penciptaan tanpa pandang bulu dan tanpa melihat batas. Untuk Fransiskus tidak ada batas antar negara atau antar agama.Sebagai orang yang pertama dalam sejarah Italia ia melewati batas negara dan mulai mewartakan kabar gembira di luar Italia. Sebagai orang yang pertama dalam sejarah gereja ia menghadap sultan Islam dengan maksud damai pada waktu perang salib masih meraja lela.

Satu hal patut diperhatian secara khusus dalam Fransiskus yaitu tekanan yang diletakkannya atas nilai pribadi. Bagi Fransiskus seorang manusia tidak pernah menjadi salah satu saja di antara sekian banyak, satu angka saja. Untuk Fransiskus tiap-tiap manusia mempunyai nilai pribadi, karena tiap-tiap manusia berasal dari Tuhan dan menggambarkan kemurahan Tuhan. Sebab itu tiap-tiap orang harus diperlakukan dengan hormat, dengan penuh perhatian dan penghargaan. Semua harus didekati secara pribadi. Kepada semua harus diberi waktu, perhatian dan cinta.

Nabi Masa Kini

Kiranya Fransiskus memang dapat menjadi nabi masa kini seperti disebut oleh Pater van Doornik. Sebab semua yang tadi dikemukan merupakan juga cita-cita dari masa kini. Umpamanya, perasaan persatuan, penghayatan dari seluruh penciptaan sebagai satu keluarga. Kita juga tidak mau melihat batas antar negara, antar suku dan antar agama. Kita juga tidak mau melihat perbedaan warna kulit, kelas atau pendidikan. Kita menghendaki suatu dunia yang bersatu.

Lalu solidaritas atau perasaan senasib dengan semua orang, khususnya orang yang kecil, yang tertindas, yang miskin dan tak berguna. Kita juga menaruh perhatian lebih besar kepada yang menderita karena ketidakadilan atau karena perang atau bencana alam. Akhirnya tekanan atas nilai pribadi. Kita juga tidak mau manusia diperlakukan sebagai barang, sebagai budak, tanpa hak, tanpa suara, tanpa arti. Manusia harus diperlakukan sebagai manusia.

Jadi cita-cita masa kini ada banyak persamaan dengan cita-cita Fransiskus. Namun ada satu perbedaan yang mencolok. Fransiskus selalu melihat semua dalam Tuhan. Oleh karena itu ia mendorong kita untuk mewujudkan cita-citanya  mengagumkan itu. Dan kita hanya kadang-kadang melihat Tuhan dalam sesama kita dan dalam ciptaan. Bagi kita lebih sulit untuk mewujudkan cita-cita tadi. Akan tetapi teladan seorang suci dapat memberi inspirasi bagi kita untuk berusaha terus.

Kita, para Saudara Dina dipanggil untuk melangsungkan, mengembangkan aktivitas-aktivitas yang menyadarkan orang-orang bagi promosi, perlindungan dan penghargaan/ penghormatan terhadap martabat manusia terutama pribadi-pribadi yang tidak berdaya dan bumi yang sedang terluka parah yang didalamnya seluruh ciptaan hidup sehingga terciptalah dunia yang hidup dalam damai dan bersaudara.

Untuk itu, dibutuhkan spirit:

  • Kerendahan Hati (Humilitas): Mengakui ketergantungan kita dengan seluruh ciptaan.
  • Rekonsiliasi: Mengakui bahwa telah melukai alam ciptaan dan menyembuhkan luka tersebut. Tercipta kembali relasi harmonis dengan alam.
  • Fraternitas/persaudaraan: Terbuka terhadap yang lain (manusia dan seluruh ciptaan) sebagai saudara-saudari yang diciptakan oleh Allah yang adalah Bapa segala ciptaan.
  • Keadilan: penghormatan terhadap martabat dari setiap pribadi dan seluruh ciptaan sebagai ciptaan Allah yang unik dan berharga yang memiliki sumbangan bagi kehidupan seluruh mahkluk di bumi.

“Keagungan sang Pencipta tersingkap dari hal-hal lumrah: tumbuhan dan hewan yang memberikan nutrisi, air yang memberi kesegaran, tanah tempat kita berpijak dan menumbuhkan tanaman, udara yang memberikan kehidupan. Bonaventura memaknai hal-hal lumrah itu sebagai tanda uluran tangan Pencipta. Tanda tersebut mengundang kita untuk percaya dan mengagumi Sang Pencipta. Sebab itu, barang siapa tidak diterangi oleh semaraknya kebesarann ciptaan, ia buta. Barang siapa tidak tergugah oleh gegap gempitanya, ia tuli. Barang siapa merasakan semua itu namun tidak tergerak memuliakan Tuhan, ia bisu. Barangsiapa melihat tanda-tanda itu, namun tidak berpaling kepada Sang Khalik, ia bodoh, Oleh karena itu bukalah matamu, sendengkanlah telingamu kepada Roh, bukalah mulutmu, gelorakanlah hatimu agar engkau melihat, mendengar, memuji, mencintai dan memuliakan, mengagungkan dan menyembah Tuhanmu dalam segenap ciptaan, sebelum seluruh alam semesta bangkit melawanmu” (Andre Atawolo, Hasrat Allah akan Jiwa Manusia hal 25-26).

Biara Carceri Sindanglaya, Hari Menanam Pohon 28 November 2020

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

three × three =