Oleh: Yohanes Wahyu Prasetyo OFM
Terdapat dua gagasan penting dalam humanisme ekologis (ecological humanism). Pertama, manusia terikat dengan alam. Kedua, ekologi ilmiah (scientific ecology) memberikan informasi yang memadai untuk membuat perencanaan kebijakan politik dan ekonomi lokal serta global.
Selain itu, humanisme ekologis memberikan evaluasi terkait pengabaian wawasan ekologis (neglect of ecological insight) yang mengakibatkan degradasi lingkungan. Terkait hal ini, berdasarkan alam pikiran komunitarian, manusia dipandang sebagai anggota komunitas ekologis lokal dan global.
Ketika mengejawantahkan tanggung jawab terhadap komunitas ekologis (ecological communities), manusia harus memerhatikan pola interaksinya dengan alam terutama terkait dimensi ekonomi dan sosial. Perlu diketahui bahwa sikap komuniter bukan sekadar meyakini industri dan pertanian berkelanjutan mampu mempertahankan kehidupan manusia.
Kehidupan manusia pada dasarnya ditandai dengan lingkungan (environment) dan senantiasa mengandalkannya. Oleh karena itu, sikap tidak peduli terhadap lingkungan berarti tidak peduli terhadap diri sendiri (ourselves).
Berbagai macam aktivitas yang dilakukan manusia berdampak pada lingkungan biotik dan abiotik. J.P. Sartre menegaskan bahwa manusia pada tataran tertentu kehilangan kemampuan memusatkan perhatian pada aspek kehidupan. Karena manusia mempunyai kecenderungan bersikap egois dan dimediasi oleh pasar ekonomi (economic market).
Para ekonom neo-klasik berpegang teguh pada prinsip di mana perilaku ekonomi (economic behavior) terjadi di antara pribadi manusia. Namun, ekonomi neo-klasik tidak sejalan dengan gagasan ekologi dan komunitarian. Sehingga tidak mengherankan apabila terjadi penipuan diri (self-deception) dan rasionalisasi.
Berdasarkan pendekatan ekonomi klasik dan neo-klasik, konsumen dapat mengatur preferensinya sendiri. Konsumen yang independen tersebut dilengkapi (equipped) dengan preferensi terkait dinamika membelanjakan uang dan ketersediaan produk. Bahkan mereka meyakini, melalui cara tersebut, degradasi lingkungan dapat diatasi.
Gambaran dasar yang diberikan ilmu ekonomi sebagaimana dilukiskan di atas pada hakikatnya salah. Karena manusia dibiarkan bermain-main dengan produk yang cacat (flawed product). Selain itu, kekuatan pasar yang mengarah pada distribusi barang dinilai ideal. Namun, tidak ada ekonom yang menegaskan bahwa masyarakat berada dalam situasi dan kondisi ekonomi optimal.
Pribadi manusia dijadikan ukuran dalam menentukan sesuatu yang baik sebagaimana terjadi di masyarakat. Dalam keyakinan semacam itu, peran lembaga di dalam masyarakat diabaikan.
Menurut para antropolog dan sosiolog, tidak mengherankan apabila orang-orang dalam lingkungan sosial dan lembaga melihat bahwa jenis pemenuhan kebutuhan tertentu tidak tersedia. Akhirnya, menyadari keterbatasan metode ekonomi penting untuk mengatasi berbagai macam persoalan lingkungan.
Sumber Bacaan:
Brennan, A.A. “Ecological Humanism.” https://biopolitics.gr/biowp/wp-content/uploads/2013/04/ah-brennan.pdf. Diakses pada 28 November 2020 pukul 17.00 WIB.