Oleh: Yohanes Wahyu Prasetyo OFM

Zygmunt Bauman (1925-2017) memeringatkan bahwa dunia global baru (new globalized world) ditandai ketidakpastian dan ambivalensi. Menurut Bauman, pasca-modernisasi menciptakan pola kekuasaan dan ketidaksetaraan serta peluang dan resiko bagi manusia.

Auschwitz merupakan hasil dari misi peradaban (civilizing) modernitas. Sehingga orang-orang Yahudi merupakan korban modernitas. Selanjutnya, Bauman melihat budaya postmodern menjadikan manusia sebagai orang luar (outsiders), orang asing (strangers), dan orang lain (others).

Sebagaimana ditegaskan Bauman, postmodernitas ditandai ambivalensi dan ambiguitas. Terdapat celah antara praktik budaya modernis dan transformasi global postmodern yang menekankan deregulasi serta privatisasi.

Pada zaman neo-liberal, ruang politik publik (public political space) menyusut drastis. Namun, pada saat bersamaan, pengalaman hidup (life-experience) dan kehidupan politik (life-politics) diawasi serta diatur.

Menurut Bauman, pemerintah dewasa ini membiarkan masyarakat memainkan permainan mereka sendiri. Pemerintah membiarkan masyarakat menyalahkan diri sendiri apabila hasil yang dicapai tidak sesuai harapan.

Bahkan seringkali pemerintah menyampaikan tidak ada alternatif (there is no alternative), keamanan adalah ketergantungan (security is dependency), dan perlindungan negara melemahkan (state protection is disempowering). Hal ini memerlihatkan pemerintah menghendaki supaya masyarakat bersikap fleksibel dan mencintai resiko (love the risk).

Modernitas merupakan proyek yang bersifat obsesif, ditandai keinginan untuk terus berubah (constant change). Karena kemajuan dinilai tercapai apabila segala sesuatu yang dianggap lama diganti dengan yang baru. Sains dan teknologi merupakan pendorong utama manusia masuk ke dalam sistem klasifikasi rasional yang selalu baru.

Modernitas mengedepankan rasionalitas konstan dan logika klasifikasi, menjauhkan serta meremehkan kekacauan dan ketidakpastian kehidupan sehari-hari. Karena modernitas mengejar keteraturan (order), stabilitas (stability), dan konsistensi (consistency).

Bauman melihat pentingnya ambivalensi bagi subjektivitas manusia, memperkaya tekstur afektif pengalaman interpersonal, dan melipatgandakan kompleksitas kehidupan sosial. Jika manusia menyadari ambivalensi, keragu-raguan, dan ketidakpastian sebagai unsur intrinsik kehidupan, maka ketergantungan sosial semakin meningkat.

Dalam modernitas ambivalensi dilarang, dinilai menyimpang, dan hina. Dengan kata lain, dorongan modernitas terhadap ketertiban merupakan dorongan rezim yang diatur oleh intolerasi (intolerance), ketidakfleksibelan (inflexibility), dan kekerasan simbolik (symbolic violence).

Menurut Bauman, lebih bermanfaat membicarakan postmodernitas daripada modernitas akhir. Karena postmodern pada dasarnya dibentuk budaya modern. Selain itu, tidak ada garis pemisah yang pasti antara postmodern dan modern.

Postmodernitas merupakan tahap kesadaran diri dalam perkembangan modernitas (a self-conscious stage in the development of modernity). Dimensi-dimensi postmodern memberi semangat dan membuka ruang pluralisasi imajinatif. Dalam modernitas, manusia bercita-cita untuk berkuasa, menghendaki kepastian, keteraturan, dan struktur.

Postmodern bagi Bauman tidak merepresentasikan transendensi, melainkan sebuah kemunduran. Hal ini terlihat dalam budaya populer dan teknologi komunikasi yang mengedepankan homogenitas, kontrol, ketertiban, dan kepastian.

Menurut Bauman, segala sesuatu yang disadari dalam alam pikiran postmodern terkait dengan adanya masalah tanpa solusi, lintasan yang tidak dapat diluruskan, ambivalensi yang lebih daripada sekadar kesalahan linguistik, keraguan yang tidak dapat disalahkan, dan penderitaan moral yang tidak dapat disembuhkan.

Alam pikiran postmodern tidak menghendaki formula kehidupan tanpa ambiguitas, risiko, bahaya, dan kesalahan. Karena alam pikiran postmodern memilih berdamai dengan kekacauan (messiness) dan ketakutan (predicament) dalam hidup manusia.

Bauman juga berbicara mengenai modernitas cair (liquid modernity). Menurut Bauman, cairan (liquids) rentan terhadap perubahan, bersifat retak dan rapuh. Hal ini menggambarkan situasi dan kondisi sejarah modernitas.

Modernitas padat (heavy modernity), sebagaimana ditegaskan Bauman, mengambil peran dominan dalam perkembangan industrialisasi di Barat. Misalnya, mesin-mesin besar, pabrik-pabrik besar, dan tenaga kerja dalam jumlah besar.

Kesuksesan ekonomi ditentukan dalam ukuran (size). Demikian juga kapitalisme padat (heavy capitalism), terobsesi dengan ukuran dan batasan yang ketat (tight) serta tidak bisa ditembus (impenetrable).

Berdasarkan modernisme padat, masyarakat dimasukkan ke dalam ruang dan waktu tertentu. Di dalam ruang tersebut terjadi logika kontrol sosial (the logic of social control) dan logika kekuasaan simbolis (the logic of symbolic power). Terkait hal ini, fordisme (fordism) merupakan kesadaran diri masyarakat modern dalam fase padat (heavy), besar (bulky), tidak bergerak (immobile), mengakar (rooted), dan kokoh (solid).

Rutinitas waktu membuat ruang tersebut menjadi utuh, padat, dan tunduk pada logika homogen. Oleh karena itu, untuk menaklukkan ruang tersebut, waktu harus lentur (pliant) dan lunak (malleable).

Modernitas padat dirusak oleh kontradiksi intrinsik, yaitu ambisi tatanan sosial, cita-cita etis, dan tujuan ekonomi serta politik yang korosif. Oleh karena itu, Bauman memperkenalkan gagasan modernitas ringan (light modernity) untuk menggantikan modernitas padat (heavy modernity).

Keyakinan tersebut terlihat dalam bangkitnya konglomerat multinasional, outsourcing manufaktur ke dunia berkembang (developing world), dan pergeseran investasi ke sektor komunikasi, keuangan, dan jasa. Selain itu, terjadi likuidasi kehidupan (liquidization of life) dalam siklus bisnis, pola kerja, relasi keluarga, nasib komunal, dan cakrawala politik.

Perlu diketahui bahwa modernitas cair (liquid modernity) tidak hanya membentuk institusi sosial, tetapi juga menembus kehidupan sehari-hari manusia. Terkait hal ini, kehidupan cair (liquid life) merupakan kehidupan yang genting, hidup dalam ketidakpastian.

Sumber Bacaan:

Lemert, Charles C. dan Anthony Elliott. Introduction to Contemporary Social Theory. New York: Routledge, 2014.

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

four × one =