Simon Lebo, OFM

Kisah Yusuf yang ditampilkan dalam kitab Kejadian memperlihatkan sosok seorang pemenang. Pernyataan ini memang terkesan mengada-ada, tetapi sejauh pembacaan penulis  keseluruhan kisahnya memperlihatkan bagaimana ia bergulat penuh untuk menjadi pemenang. Terlepas dari Panggilan Tuhan yang luar biasa bagi dirinya, Yusuf  memang pribadi yang patut dicontohi dalam menapaki tantangan dan pergulatan hidup. Selain itu, dari sudut pandang ceritanya, kisah Yusuf ini memberikan bentuk sastra yang begitu mengalir. Karena itu, dalam tulisan ini, saya akan mengunakan kisah-kisah yang menarik untuk ditelusuri.

Gambaran Kisah dan Polemik tentang Yusuf

Kisah Yusuf dalam Kejadian 37-50 mengambarkan kisah hidup tentang kekeluargan. Kisah ini menampilkan tentang kasih sayang orang tua (Yakub) kepada Yusuf, tetapi menimbulkan persoalan serius. Yusuf adalah anak kesayangan Yakub (Kej 37:3-4)[1]. Kisah Yusuf ini di pengaruhi oleh tradisi Kebijaksanaan Israel. Salah satu perhatian utama dari tradisi ini adalah keberhasilan kehidupan pribadi, yang diperoleh melalui ketekunan dan kedisiplinan diri. Dari seluruh kisah hidupnya, Yusuf ditampilkan sebagai sosok pribadi yang bijaksana terutama usaha, pergulatan dan ketekunannya dalam menghadapi setiap persoalan hidupnya[2].

Kisah Yusuf ini pula memiliki fungsi yang amat penting yakni sebagai kelanjutan dari kisah para bapa bangsa dan juga sebagai jembatan untuk melihat cerita-cerita selanjutnya dalam kitab Keluaran. Selain itu, kisah ini menghadirkan kembali narasi tentang bapa-bapa bangsa Abraham, Ishak dan Yakub yang tampak akan berakhir bila tidak disertai kisah Yusuf ini[3].  Kisah tentang kelahiran Yusuf diceritakan dalam Kitab Kejadian 30:22-24 dan silsilah keluarganya pada Kitab Kejadian 35:22-26)[4].

Kisah Yusuf sendiri lebih banyak mengambil tempat di Mesir daripada di tanah terjanji[5]. Peristiwanya tidak lagi cerita-sebab dari dunia kesukuan, melainkan telah memasuki dunia yang cukup luas. Allah tidak memperlihatkan diri lagi dalam theophani seperti kepada Abraham (Kej 15:1-6) atau kepada Yakub (Kej 28: 10-22; 32:22-23), (Ibr 23-33), melainkan Ia dialami dalam peristiwa-peristiwa sejarah, dalam perbuatan dan penderitaan manusia dalam hidupnya[6]. Kisah ini menjadi awal untuk melihat bagaimana Yakub sendiri dan keluarganya akan bermigrasi ke Mesir. Selain itu, kisah ini menceritakan tentang pergulatan Yusuf sampai akhirnnya menetap di Mesir.

Salah seorang ahli yang bernama Von Rad (1996) menemukan paralel antara cerita Yusuf dan cerita tentang Mesir. Von Rad  mengemukakan bahwa kisah ini merupakan bentuk sastra hikmat yang mengambarkan Yusuf sebagai pribadi yang ideal[7]. Karena itu, benar apa yang disampaikan oleh Albertus Purnomo bahwa tidak mengherankan kalau guru-guru kebijaksanaan di Israel Kuno kerapkali memakai kisah Yusuf sebagai mata pelajaran para pegawai istana[8]. Selain itu, salah seorang ahli yang bernama Gunkel juga mengambarkan bahwa kisah Yusuf merupakan sebuah siklus cerita yang cukup ketat. Menurutnya, kisah Yusuf merupakan cerita yang memiliki kesinambungan dengan kisah yang lainnya dan tidak dapat dipisahkan[9].

Lebih lanjut, salah satu tokoh yang mendukung bahwa Yusuf di jual ke Mesir adalah K. Elliger. Menurut Elliger, Yusuf menjadikan dirinya objek kebencian saudara-saudarnya, lalu ia dijual oleh saudara-saudaranya ke Mesir dan akhirnya diangkat oleh Firaun[10]. Kisah tentang Yusuf dijual ini tentunya sesuai dengan pernyataan Yusuf sendiri kepada saudara-saudara yakni “Akulah Yusuf, Saudaramu, yang kamu jual ke Mesir” (bdk. Kej. 45:4). Selain itu, bukti yang menunjukan bahwa Yusuf juga dijual sebagai budak yakni terdapat dalam kitab Mazmur “Ketika Ia mendatangkan kelaparan ke atas negeri itu, dan menghancurkan seluruh persediaan makanan, diutus-Nyalah seorang mendahului mereka: Yusuf yang dijual menjadi budak”.[11]. Lebih lanjut, tentang Kisah Yusuf di Jual ini, Kitab Kisah Para Rasul (Kis7:9-10) juga menceritakan hal yang sama yakni “karena irihati, bapa-bapa leluhur kita menjual Yusuf ke tanah, tetapi Allah menyertai dia dan melepaskannya dari segala penindasan serta menganugerahkan kepadanya kasih-karunia dan hikmat, ketika ia menghadap Firaun, raja Mesir”[12].

Pribadi Yusuf dalam Kitab Kejadian

Cerita tentang Yusuf memperlihatkan dirinya yang pandai bicara, perawakan yang elok dan pribadi yang disertai dan dibimbing oleh Tuhan. Pandai berbicara dapat dilihat dari cerita tentang dirinya yang mampu menafsirkan Mimpi Juru Minum dan Juru Roti (40:1-23) dan mimpi Firaun sendiri (41:16,25-26). Menurut ajaran gerakan hikmat, seseorang akan dipandang apabila sanggup mengucapkan pikirannya dan sanggup meyakinkan pendengar-pendengarnya. Biasanya orang yang pandai berbicara (memberi nasihat) akan berdiri dihadapan raja-raja (Ams 22:29) dan (Sir 8:8).

Perawakan yang elok dapat dilihat cerita Kej. 39:6b “Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya, sehingga isteri Potifar memandang dia dengan berahi (39:7), tetapi Yusuf mampu mengatasi percobaan itu. Pribadi yang disertai dan dibimbing oleh Tuhan ditunjukan melalui kemampuan Yusuf keluar dari pergulatannya. Akan tetapi, apa yang dimiliki oleh Yusuf bukan semata-mata kemampuan sikap dan bakatnya, tetap merupakan karunia dari Tuhan. Hal ini terbukti dari sikapnya sendiri “aku takut akan Tuhan” (Kej 42:18) [13].

Yusuf selalu berhasil dalam pekerjaannya. Keberhasilannya bukan pertama-tama disebabkan oleh keahlian atau kecapakannya sendiri, melainkan karena campur tangan Allah sendiri[14]. Cerita-cerita inilah yang menjadi kekhususan tokoh dalam kitab suci pada umumnya dan Yusuf pada khusunya. Yusuf adalah pribadi yang mampu berjuang dan akhirnya mengubah keadaan hidupnya sendiri.

Selain itu, dari pembacaan saya terhadap beberapa sumber dan juga cerita tentang Yusuf, saya dapat menyimpulkan bahwa Yusuf merupakan sosok orang yang kuat, tegar dan manusia yang penuh daya juang serta penuh belaskasihan. Betapa tidak, Yusuf bertahan dari segala cobaan hidup serta perlakuan saudara-saudaranya. Pada awal kisah, Yusuf memang ditampilkan sebagai sosok yang “manja” karena mendapat perhatian lebih dari ayahnya, Yakub. Akan tetapi, celakanya perhatian lebih dari Yakub ini justru membuat saudara-saudaranya irihati. Ia pun di kucilkan dari persaudaaran dan kekeluargaannya. Namun Yusuf bertahan dan mampu berjuang mengatasi persoalan itu, sehingga pada akhirnya Yusuf memperoleh kejayaan di Mesir.

Yusuf Dan Saudara-Saudaranya

Adapun Yakub, ia diam di negeri penumpangan ayahnya, yakni di tanah Kanaan. Inilah riwayat keturunan Yakub. Yakub memiliki 12 orang anak laki-laki. Anak-anak Lea: Ruben, Simeon, Lewi, Yehuda, Isakhar dan Zebulon. Anak-anak Rahel: Yusuf dan Benyamin. Anak-anak Bilha budak perempuan Rahel: Dan serta Naftali. Anak-anak Zilpa, budak perempuan Lea: Gad dan Asyer.

Yusuf pada umur 17 tahun biasa mengembalakan kambing domba. Hal ini boleh dikatakan bahwa pekerjaan utama Yusuf adalah pengembala domba. Yakub, ayah mereka sangat mengasihi Yusuf dari pada saudara-saudara Yusuf. Hal ini dibuktikan pula ketika Yakub memberi jubah yang Mahaindah kepada Yusuf. Kisah ini memberikan kesan bahwa Yakub secara afeksi sangat mengasihi Yusuf. Cerita khusus tentang Jubah yang Mahaindah ini hanya dilukiskan dalam Kitab 2 Sam. 13: 18, 19 saja yang dikenakan oleh Tamar[15], seorang Puteri Raja. Perhatian lebih dan pemberian jubah yang mahaindah inilah yang memunculkan amarah besar dari saudara-saudaranya. Yusuf pun diasingkan oleh saudara-saudaranya, sehingga pada suatu kesempatan mereka pun benar-benar mengucilkan Yusuf dari kehidupan mereka.

Sepintas, dalam pengamatan saya, pekerjaan Yusuf dalam kisah ini mengikuti alur ceritanya. Dalam artian, pekerjaan Yusuf juga mengalami perubahan. Dari pengembala domba, Yusuf kemudian bekerja sebagai tukang menafsir mimpi. Di Mesir sendiri menafsirkan mimpi merupakan sebuah pekerjaan[16]. Di sinilah, Yusuf mendapat tempat yang paling istimewa. Berkat pekerjaannya ini, Yusuf menjadi pribadi yang paling penting di Istana Firaun.

Kelaparan sebagai Kilas Balik Pertemuan Yusuf dan Saudara-saudaranya       

Perhatian lebih dari Yakub, Jubah yang mahaindah sampai pada mimpi yang diceritakan oleh Yusuf kepada Yakub dan saudara-saudaranya merupakan kemunculan konflik (irihati dari para saudaranya). Keadaan ini menjadi penyebab Yusuf di kucilkan oleh para saudaranya. Rupanya, perlakuan dan mimpi seperti ini justru menjerumus Yusuf kedalam sebuah persoalan hidup. Di sinilah Yusuf mulai bergulat dengan dirinya sendiri, antara bertahan (menyerah) atau berjuang. Kata berjuang jelas mewakili seluruh kisah hidup dari Yusuf. Dengan demikian, Yusuf bukanlah tipe pribadi yang mudah menyerah.

Lebih lanjut, contoh menarik yang ditampilkan dalam cerita ini adalah Yusuf menjadi pribadi yang murah hati dan berbelaskasihan. Perjalanan Kisah Yusuf sampai pada kemakmurannya di Mesir justru tidak membuat dirinya menjadi pribadi yang sombong. Yusuf tetap bermurah hati kepada saudara-saudaranya yang telah menjualnya ke Mesir. Kisah ini tentu bertolak belakang dari sikap para saudaranya yang sangat membencinya. Bahkan Yusuf lebih mencintai saudara-saudaranya. Hal ini terbukti dari pribadi Yusuf sendiri yang menangis saat bertemu dengan saudara-saudaranya.

Dari pengamatan penulis terhadap kisah Yusuf ini, salah satu poin penting yang membuat Yusuf dan saudara-saudaranya bertemu kembali yakni cerita tentang kelaparan. Pada bagian awal Yusuf memang bermimpi bahwa akan ada saatnya keluarganya tunduk kepadanya[17]. Tetapi, kisah ini belum menunjukan kelaparan sebagai penyebab saudara-saudaranya akan tunduk kepadanya. Namun dalam perjalanan waktu, kisah tentang kelaparan ini baru terlihat jelas dalam penafsiran mimpi Firaun oleh Yusuf sendiri. Cerita ini pun terjadi saat Yusuf telah berada di Mesir.

Dalam penafsiran mimpi Firaun, Yusuf menegaskan bahwa akan ada masanya dimana seluruh negeri mengalami kelaparan dan kelimpahan, masing-masing selama tujuh tahun[18]. Ternyata kelaparan yang sama terjadi pada keluarga dan saudara-saudara Yusuf sendiri. Dalam konteks kelaparan inilah, saudara-saudara Yusuf mulai mencari perlindungan. Hanya di Mesir sendiri yang memiliki persediaan makanan yang cukup.

Karena itu, satu-satunya cara agar saudara-saudaranya memperoleh makanan adalah mereka harus ke Mesir. Di sinilah saudara-saudaranya bertemu kembali dengan Yusuf sekaligus tunduk kepada kekuasaan Yusuf sendiri. Mimpinya pada bagian awal kisah kini terbukti. Kelaparan ternyata menjadi jalan akhir pertemuan antara Yusuf dan Saudara-saudaranya. Karena itu, saya dapat menyimpulkan bahwa rekonsiliasi Yusuf dan saudara-saudaranya bermula dari konteks kelaparan. Kelaparan itu pula yang menunjukan kepada saudara-saudaranya bahwa Yusuf adalah seorang pemenang.

Daftar Pustaka

Hadiwiyata, A.S. (Penerjemah). 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius.

Lempp, Walter. 1976. Tafsiran kejadian (37-43). Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Muddiman, Jhon dan Jhon Barton. 2001. The Pentateuch. Oxford: University Press.

Purnomo, Albertus. 2015. Bertarung Dengan Allah. Yogyakarta: Kanisius.

Scullion, J. Jhon, (Translated). 1977. The Problem of The Process of Transmision in The Pentateuch. England: JSOT Press.

Yang, Lim Khiem dan Bambang Subandrijo (Penerjemah). 2007. Kamus Alkitab, A Dictionary of      The Bible Panduan Dasar ke dalam Kitab-kitab, Tema, Tempat, Tokoh dan Istilahistilah Alkitabiah. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

[1] Albertus Purnomo, OFM, Bertarung Dengan Allah. (Yogyakarta: Kanisius, 2015), p.93.

[2] A.S. Hadiwiyata (Penerjemah), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. (Yogyakarta: Kanisius, 2002), p.72.

[3] Jhon Muddiman dan Jhon Barton (ed), The Pentateuch. ( Oxford: University Press, 2001), p.83.

[4] Jhon Muddiman dan Jhon Barton (ed). The Pentateuch. P.83.

[5] Albertus Purnomo, OFM, Bertarung Dengan Allah, p.92.

[6] Dr Walter Lempp, Tafsiran Kejadian (37-43). (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1976), p.58.

[7] Jhon Muddiman dan Jhon Barton (ed). The Pentateuch. P.83.

[8] Albertus Purnomo, OFM, Bertarung Dengan Allah,p.92.

[9] Jhon J. Scullion, (Translated).,The Problem of The Process of Transmision in the Pentateuch. (England : JSOT Press,1977), P. 43.

[10] Jhon J. Scullion, (Translated).,The Problem of The Process of Transmision in the Pentateuch, p.138.

[11] Bdk. Mazmur 105: 16-17.

[12] Dr Walter Lempp, Tafsiran Kejadian (37-43), p.20.

[13] Dr Walter Lempp, Tafsiran Kejadian (37-43), p.61.

[14] Albertus Purnomo, OFM. Bertarung Dengan Allah, p.97.

[15] Jhon Muddiman dan Jhon Barton (ed), The Pentateuch, p.84.

[16] A.S. Hadiwiyata (Penerjemah), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, p. 74.

[17] Kej. 37:10

[18] Kej. 27-30.

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

20 − 7 =