Oleh: Yohanes Wahyu Prasetyo OFM

Karl Marx melukiskan kehidupan sosial sebagai kebebasan (freedom) dan ketidakleluasaan (constraint) serta kemungkinan (possibility) dan pembatasan (limitation). Selain itu, bertindak sesuka hati dan mengalami sesuatu yang baru juga dilihat sebagai ciri kebebasan.

Keyakinan tersebut dilatarbelakangi globalisasi pasar dan ekonomi, di mana manusia menghendaki kebebasan untuk memilih. Namun, kebebasan tersebut dibentuk dan ditentukan industri konsumen (consumer industries). Akibatnya, manusia merasa kosong (empty), dimanipulasi (manipulated), dan dijauhkan (distanced) dari diri sendiri serta yang lain.

 Sesuatu yang membedakan antara zaman kontemporer dan masyarakat masa lampau adalah percepatan (acceleration). Perlu diketahui bahwa modernitas merupakan jawaban atas pertanyaan apa yang terjadi apabila terdapat kontras antara zaman kontemporer dan tradisi? Terkait hal ini, budaya modernitas melampaui tradisi, adat, dan kebiasaan. Namun, bukan berarti tradisi tidak relevan untuk kehidupan sosial, melainkan karena tradisi tidak kokoh.

Sebagaimana diyakini Marshall Berman, masyarakat modern pada saat yang sama terfragmentasi (fragmented) dan mempersatukan (unifying) serta membebaskan (freeing) dan menindas (oppressive). Selain itu, kehidupan perkotaan kontemporer mengakibatkan isolasi pribadi (personal isolation) dan kesepian (loneliness) serta kedekatan sosial (social proximity) dan keterkaitan budaya (cultural interconnectedness).

Menurut Berman, menjadi modern berarti mampu menemukan diri sendiri (find ourseselves) dalam lingkungan yang menjanjikan petualangan, kekuatan, kegembiraan, pertumbuhan, dan transformasi diri. Namun, lingkungan tersebut pada dasarnya mengancam dan menghancurkan segala sesuatu yang manusia miliki serta ketahui.

Meskipun modernitas diyakini mempersatukan manusia, melintasi batas geografis dan etnis, kelas dan kebangsaan, agama dan ideologi. Tetapi kesatuan tersebut bersifat paradoks, membawa manusia ke dalam pusaran disintegrasi, pembaruan terus-menerus, perjuangan dan kotradiksi, ambiguitas dan kesedihan.

Sebagaimana ditegaskan Berman, modernitas merupakan fenomena bermata dua (double-edged phenomenon). Modernitas mendorong manusia membentuk diri secara kreatif dan dinamis. Transformasi dalam tatanan sosial tersebut mengarah pada kebebasan (freedom) dan otonomi (autonomy).

Namun, cara hidup modern mempunyai sisi gelap (darker side). Upaya mengatur tatanan sosial dewasa ini harus dibayar dengan menghancurkan kehidupan manusia. Setelah Nazisme, Holocaust, Hiroshima, dan Stalinisme, tabir ilusi yang menopang praktik moral serta politik modernitas muncul dalam lingkungan di mana manusia hidup.

Inti modernitas adalah pengabaian status sosial dan hierarki kekuasaan. Menurut Berman, pembubaran tradisi dan adat istiadat membawa implikasi besar bagi manusia, terutama terkait ekspresi identitas pribadi (expression of personal identity). Karena modernitas membuka peluang terjadinya individualisasi berkelanjutan. Hal ini sejatinya membuka kemungkinan positif untuk membentuk karakter manusia yang mencakup emosi, keinginan, kebutuhan, dan kemampuan.

Perlu diketahui bahwa modernitas merupakan akselerasi budaya dan kehidupan manusia. Percepatan tersebut diekspresikan sebagai perkalian kemungkinan (multiplication of the possibilities) dan dislokasi diri (self-dislocation), konstruksi (construction) dan dekonstruksi (deconstruction), perakitan (assembly) dan pembongkaran (disassembly).

Analisis modernitas Berman tersebut dipengaruhi dan berakar pada gagasan Marx mengenai kontradiksi modernitas. Menurut Marx, segala sesuatu melebur ke udara, di mana yang suci menjadi najis dan manusia pada akhirnya harus menghadapi situasi serta kondisi kehidupan dengan akal sehat (sober senses).

Sebagaimana diyakini Marx dan para penulis yang dipengaruhi Marx (termasuk Berman), ikatan sosial ditentukan oleh konflik kelas. Dalam konflik kelas, masyarakat terpecah dan terkoyak. Dunia modern setelah Marx, ditandai dengan industri yang produktif dan terus-menerus mencari keuntungan.

Menurut Marx, jika kapitalisme melepaskan kekuatan kreatif manusia dan mendorong pertumbuhan material dalam masyarakat, maka kapitalisme membawa manusia menuju kehidupan yang terdegradasi serta mencelakakan. Karena pada dasarnya kapitalisme menyianyiakan hidup manusia yang mencakup tenaga, darah, daging, saraf, dan otak. Selain itu, kapitalisme menghasilkan brutalisasi melalui revolusi ekonomi.

Dinamika internal sistem kapitalis tersebut menghasilkan kontradiksi sosial berupa polarisasi kaya (rich) dan miskin (poor). Terkait hal ini, Marx menekankan pentingnya membebaskan diri dari kapitalisme dan mengupayakan realisasi kekuatan manusia melalui komunisme. Marx meyakini bahwa komunisme menjanjikan kehidupan yang stabil, teratur, bebas, dan setara.

Kaum borjuis mengakhiri pola relasi yang bersifat feodal dan patrialkal. Eksploitasi terselubung dalam agama dan politik menggantikan eksploitasi yang bersifat langsung serta brutal. Selain itu, kaum borjuis tidak bisa hidup apabila tidak merevolusi alat-alat produksi secara terus-menerus.

Dalam hal ini, revolusi produksi, gangguan kondisi sosial, ketidakpastian, dan agitasi merupakan ciri yang membedakan antara zaman borjuis dengan zaman sebelumnya. Akibatnya, terjadi relasi yang bersifat tetap, beku, dan opini kuno tersingkir.

Metode struktural (structural method) dalam teori sosial lahir bersama Marx. Dengan kata lain, teori Marx mengenai masyarakat modern (modern societies) memerlihatkan bahwa masyarakat terstruktur melalui konflik kelas (class conflict). Menurut Marx, konflik pada dasarnya penting, di mana kontradiksi dikonseptualisasikan sedemikian rupa ke dalam struktur sosial.

Berdasarkan pendekatan struktural, Marx mengritik masyarakat modern. Marx bersikeras bahwa kapitalisme merupakan sistem ekonomi yang menghasilkan konsekuensi politik menghancurkan. Masyarakat terfragmentasi dan terasing (alienated) dari barang serta komoditas yang dikerjakannya. Selain itu, kapitalisme menghasilkan fetisisme komoditas (commodity fetishism) yang memusnahkan manusia dari kehidupan sosial.

Sumber Bacaan:

Lemert, Charles C. dan Anthony Elliott. Introduction to Contemporary Social Theory. New York: Routledge, 2014.

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

18 − 15 =