Oleh: Yohanes Wahyu Prasetyo OFM

Periode kontemporer didominasi kecepatan (speed), di mana produksi, konsumsi, kredit, relasi, dan perjalanan bersifat cepat. Kecepatan dan akselerasi merupakan inti dunia kapitalis maju. Terutama pada abad XXI, kehidupan masyarakat ditandai dengan pengiriman tepat waktu, kontrak jangka pendek, perubahan model perusahaan, perubahan investasi modal, dan perubahan identitas.

Realitas tersebut memerlihatkan bahwa dunia yang cepat membutuhkan tindakan yang cepat. Tuntutan masyarakat yang terus berubah membutuhkan orang-orang yang mampu hidup dan bekerja dengan kecepatan tinggi. Sehingga tidak mengherankan apabila orang-orang tersebut merasa miskin waktu (time-poor). Hal ini melatarbelakangi fenomena munculnya makanan cepat saji (rise of fast food) seperti Kentucky Fried Chicken, Pizza Hut, Burger King, Wendy’s, Taco Bell, dan Starbucks.

Menurut Eric Schlosser, industri makanan cepat saji mengubah pola makan, ekonomi, dan tenaga kerja masyarakat di seluruh dunia. Karena makanan cepat saji telah melalui proses akselerasi, konsolidasi, dan homogenisasi manufaktur makanan. Terkait hal ini, makanan cepat saji merupakan metode produksi makanan yang menimbulkan pemisahan tegas antara CEO dan staff kontrak.

Perlu diketahui bahwa McDonald’s menjadi merek global paling terkenal dan mempunyai lebih dari 33.000 restoran di 118 negara. Fenomena tersebut membuat George Ritzer (sosiolog Amerika) berbicara mengenai McDonaldization.

Sebagaimana ditegaskan Ritzer, McDonaldization merupakan fenomena di mana restoran cepat saji ingin mendominasi sektor ekonomi masyarakat Amerika dan seluruh dunia. Ketika berbicara mengenai distribusi makanan cepat saji ke seluruh dunia, Ritzer bermaksud mengatakan globalisasi (globalization).

McDonaldization ditentukan empat aspek, yaitu efisiensi, kalkulasi, prediktabilitas, dan kendali. Selain itu, McDonaldization diarahkan pada kontrol regulasi, standarisasi, dan pemesanan yang diatur sedemikian rupa. Dengan kata lain, dalam McDonaldization terjadi pembingkaian masyarakat (framing of a society).

Gagasan Ritzer mengenai McDonaldization sejatinya diinspirasikan dan berakar dalam pemikiran sosiolog klasik Max Weber. Secara khusus pemikiran Weber mengenai rasionalisasi (rationalization) dan modernitas sebagai sangkar besi (iron cage). Menurut Weber, birokrasi merupakan pendorong utama dan penyebab persoalan yang terjadi di dalam masyarakat modern. Weber mempunyai perhatian pada situasi dan kondisi di mana manusia terancam industri modern.

Terjadi penyebaran birokrasi bisnis ke pemerintahan dan masyarakat sipil (civil society). Sedangkan proses rasionaliasi menghasilkan regulasi sosial, pengukuran politik, dan tatanan budaya. Misalnya, bidang pendidikan (sekolah) terstandarisasi dalam bentuk kurikulum pengajaran. Bidang hukum dan kedokteran melahirkan para ahli yang teregulasi serta dibatasi dalam mengambil keputusan. Sedangkan negara melalui polisi dan tentara didominasi alat kontrol kekerasan.

Sebagaimana dikemukakan Weber, pembentukan birokrasi di dalam masyarakat memengaruhi bisnis, pemerintahan, dan pribadi manusia. Sedangkan terkait rasionalisasi birokrasi, sesuatu yang disebut pengukuran, pengaturan dan pengendalian proses sosial, dan militerisasi merambah ke dalam ranah pribadi manusia. Pada tataran tertentu, rasionalisasi birokrasi mengatur pandangan dan perilaku manusia.

Weber menyoroti aspek internal manusia yang dibentuk oleh birokrasi yang menjemukan dan tanpa gairah. Oleh karena itu, masyarakat modern bagaikan berada dan terjebak di dalam sangkar besi. Terkait hal ini, kapitalisme industri muncul dalam rupa pabrik manufaktur dan rutinitas yang bersifat mekanistik, di mana birokrasi, pengukuran, pengaturan, dan administrasi memainkan peranan penting. George Orwell melihat model masyarakat Weberian sebagai sesuatu yang tetap, dikelola, dan dirasionalisasi.

Menurut Weber, rasionalisasi birokrasi (bureaucratic rationalization) menurun drastis. Terkait hal ini, tatanan kapitalis modern membutuhkan manusia yang mau bekerja keras (work hard), berkorban (sacrifice), dan disiplin (discipline). Kriteria tersebut menunjuk pada para pengusaha kapitalis. Namun, sebagaimana disampaikan Weber, sumber utama individualisme kewirausahaan (entrepreneurial individualism) terdapat dalam doktrin Calvinisme abad XVI.

Etika Protestan (Protestant Ethic) memengaruhi etos kerja masyarakat kapitalis yang muncul dalam konteks pemikiran religius puritan dan mengalami perubahan pada abad XVIII-XIX. Weber menekankan budaya etos kerja keras yang menjadi penggerak batin (inner drive) dan obsesi budaya. Orientasi budaya tersebut menghasilkan berbagai macam barang yang sebanding dengan etos kerja.

Weber meyakini bahwa apabila masyarakat berada di bawah kendali birokrasi dan berupaya melepaskan diri dari pengaruh aparat birokrasi, masyarakat harus menciptakan organisasi sendiri yang pada dasarnya tunduk pada birokratisasi. Sedangkan aparatur birokrasi didorong oleh kepentingan material dan objektif.

Jika tidak menciptakan birokrasi, maka pemisahan tegas antara pejabat dan karyawan, pekerja dan pemilik sarana administrasi, dan disiplin serta pelatihan teknis tidak terjadi. Dalam hal ini, para petani mempunyai sarana yang memadai untuk menghidupi diri sendiri.

Sumber Bacaan:

Lemert, Charles C. dan Anthony Elliott. Introduction to Contemporary Social Theory. New York: Routledge, 2014.

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here