Oleh: Yohanes Wahyu Prasetyo OFM
Pada hari kedua rapat kerja JPIC OFM Indonesia (Sabtu, 9 Januari 2021), kegiatan dimulai dengan ibadat pagi dan perayaan Ekaristi (06.00 WIB) yang dipimpin oleh P. Aloysius Gonzaga Goa Wonga OFM selaku direktur JPIC OFM Indonesia. Dalam khotbahnya, Pater Alsis menegaskan pentingnya menyeimbangkan antara karya pelayanan dan doa serta iman. Menyapa orang-orang di tempat sekitar di mana para fransiskan melayani. Karena Allah pada dasarnya mengutus para fransiskan untuk mengejawantahkan ajaran-Nya, yaitu kesetiakawanan dan bersikap solider.
Kegiatan dilanjutkan dengan sarapan pagi (07.00 WIB) dan pengantar (08.00 WIB). Dalam pengantar Pater Alsis menguraikan dasar pemikiran rapat kerja JPIC OFM 2021, yaitu fenomena Covid-19, hasil kapitel 2019, fratelli tutti, kapitel general 2021, dan tahun persaudaraan OFM Indonesia. Selain itu, Pater Alsis menjelaskan dinamika rapat kerja yang akan diselenggarakan sampai 12 Januari 2021. Selanjutnya, P. Mikael Peruhe OFM selaku minister provinsi menyampaikan refleksi terkait dialog kemanusiaan dan ekologi (08.15 WIB).
Pater Mike menegaskan bahwa dialog merupakan relasi. Terkait hal ini, sebagaimana dikatakan M. Buber dan F. Rosenzweig, manusia senantiasa menjalin relasi dengan yang lain. Buber juga menekankan aspek eksistensi dialogis (dialogical existence). Berdasarkan gagasan tersebut, dialog dimungkinkan apabila setiap orang mempunyai kehendak untuk mendengarkan, mengasihi, dan solider. Dengan kata lain, yang dicari dalam dialog adalah kebaikan dan kebenaran. Berdasarkan realitas, situasi dan kondisi pluralitas mengundang serta mengajarkan kepada setiap orang untuk membangun dialog. Karena kehidupan manusia pada dasarnya bukan sekadar urusan pribadi, tetapi urusan bersama.
Berdasarkan tradisi Kristen, dialog mempunyai sifat relasional. Hal ini nampak dalam doktrin Allah trinitas. Bahkan Allah dalam misteri inkarnasi berupaya membangun dialog dengan manusia, Allah membagikan kasih-Nya kepada manusia. Perlu diketahui bahwa dalam tradisi Kristen dialog juga didasarkan pada sejarah keselamatan. Oleh karena itu, dalam rangka mengupayakan dialog kasih, setiap orang Kristen dipanggil menjadi kustos dan gardian bagi seluruh alam ciptaan.
Basis dialog dalam tradisi Fransiskan adalah Injil. Sehingga para fransiskan mempunyai kewajiban mengejawantahkan semangat inklusif, bukan eksklusif. Selain itu, para fransiskan harus melakukan rekonsiliasi dan mengakui keberadaan yang lain. Hal ini hanya mungkin apabila para fransiskan mempunyai semangat hidup rendah hati dan kedinaan. Selanjutnya para fransiskan dapat belajar dari Santo Fransiskus Assisi yang menjunjung tinggi harkat dan martabat seluruh makhluk ciptaan. Secara praksis, dialog dapat dimulai dengan sikap ramah ketika berjumpa dengan yang lain.
Dialog bukan gerakan bawah tanah yang tersembunyi, tetapi harus terbuka. Sebagaimana dikatakan Paus Fransiskus, setiap orang adalah tangan Allah yang ada di dunia. Sehingga dialog bukan sekadar berkata-kata, melainkan budaya perjumpaan dan kehidupan. Penting menjadikan dialog sebagai cara hidup dan sikap iman. Dengan demikian, dialog kemanusiaan merupakan semangat yang harus senantiasa ditumbuhkan dan dikembangkan.
Pada dasarnya dialog dapat digunakan untuk menjawab berbagai macam persoalan kemanusiaan dan ekologi. Setiap orang Kristen harus memberikan kesaksian dalam bentuk gagasan dan tindakan. Dalam konteks masyarakat Indonesia, dialog sangat mendesak untuk dilakukan dan para fransiskan harus terlibat mengupayakannya. Dialog dilakukan bukan sekadar sharing iman, melainkan harus sampai pada praksis untuk menyelesaikan persoalan kemanusiaan dan ekologi.
Berdasarkan konsep dialog, kepedulian terhadap lingkungan berarti peduli terhadap sesama manusia. Sehingga dialog bukan sekadar dilakukan dengan sesama manusia, tetapi juga dengan seluruh alam ciptaan. Menurut Bonaventura, penting untuk membangun relasi yang akrab (familiar relationship) dengan yang lain. Sedangkan Duns Scotus menegaskan, ketika manusia menghancurkan alam ciptaan berarti manusia menghancurkan dirinya sendiri. Selain itu, sebagaimana dikatakan Scotus, alam ciptaan merupakan wujud kasih Allah. Scotus melihat alam ciptaan sebagai sesuatu yang baik dan unik. Bahkan alam ciptaan menjadi sakramen Sang Pencipta dan jejak Seniman Ilahi.
Sebagaimana diajarkan Paul F. Knitter, dialog hanya mungkin apabila terdapat belas kasih (compassion), pertobatan (conversion), kolaborasi (collaboration), komunikasi (communication), dan persekutuan (communion). Sedangkan menurut Yohanes Paulus II, dalam dialog manusia menemukan persaudaraan. Selain itu, dialog memungkinkan solidaritas dan berbagi buah-buah spiritual. Pada tataran tertentu dialog memungkinkan manusia mengapresiasi orang lain dan mencapai pengetahuan sejati mengenai Firman Allah.
Berdasarkan uraian di atas, minister provinsi mendorong JPIC OFM untuk melakukan praksis, yaitu mengejawantahkan dialog dan merealisasikan hasil kapitel provinsi 2019. Menyiapkan tenaga profesional, merestrukturisasi perangkat kepengurusan, mempertegas tanggung jawab provinsi dalam bidang keuangan, menyediakan kantor JPIC OFM, dan menjalankan tugas animasi persaudaraan. Memperluas wilayah pelayanan ekopastoral yang mencakup nelayan, masyarakat lingkar tambang, dan buruh migran. Menjadikan setiap gardianat sebagai sarana untuk mewujudnyatakan program-program JPIC OFM. Mensinergikan karya JPIC OFM dengan karya lainnya. Meningkatkan kerja sama dengan keluarga fransiskan dan pihak lainnya.
Pada 12.00 WIB para peserta rapat kerja makan siang bersama. Selanjutnya pada 14.00 WIB diadakan rekoleksi yang disampaikan oleh P. Alforinus Gregorius Pontus OFM selaku definitor dan sekretaris komisi JPIC serta ekopastoral. Dalam rekoleksi Pater Goris menegaskan bahwa Santo Fransiskus Assisi memikat hati banyak orang termasuk orang-orang yang bukan Katolik. Bahkan Paus Fransiskus dalam Laudato Si dan Fratelli Tutti menempatkan Santo Fransiskus sebagai sumber inspirasi. Hal ini terjadi karena Santo Fransiskus sangat rendah hati. Selain itu, Santo Fransiskus mampu menempatkan diri sedemikian rupa dan mengikuti Injil secara serius. Kedekatan dengan Yesus Kristus memungkinkan Santo Fransiskus melihat Allah Pencipta.
Perlu diketahui bahwa karya JPIC mengambil bagian dalam karya Yesus Kristus. Menjadi pembawa kabar baik, Kerajaan Allah, pembawa damai, dan dialog. Karena pada dasarnya para fransiskan dipanggil oleh Yesus Kristus untuk mengejawantahkan nilai-nilai Injil dan persaudaraan. Terkait hal ini, gagasan teologi Santo Fransiskus bersifat kristosentris, berpusat pada Yesus Kristus. Selain itu, undangan untuk mengikuti Injil Suci merupakan sesuatu yang dasariah dan sungguh-sungguh dihidupi Santo Fransiskus.
Isu terkait JPIC sudah ada sejak Gereja perdana, keprihatinan untuk berbagi kepada sesama yang membutuhkan. Menurut ajaran sosial Gereja dan Konsili Vatikan II, Gereja harus terlibat dalam berbagai macam persoalan yang dihadapi umat manusia. Dengan kata lain, nilai-nilai JPIC sudah menjadi bagian integral dari Gereja dan spiritualitas fransiskan. Sehingga Santo Fransiskus yang mempercayakan dirinya kepada Gereja memberikan pengaruh besar terhadap Gereja untuk menanggapi persoalan sosial, politik, ekonomi, dan budaya.
JPIC muncul dari spiritualitas yang berpusat pada rencana Allah untuk ciptaan-Nya. Terkait hal ini, para fransiskan diundang untuk ambil bagian dalam rencana Allah. Harapannya para fransiskan dapat melihat Allah dalam diri orang-orang miskin, tersingkir, dan terlantar. Secara khusus, Santo Fransiskus memberikan tekanan terkait hidup Injili, yaitu kehidupan doa dan devosi, persaudaraan, pertobatan, dan minoritas. Sehingga kehidupan sebagai religius dan fransiskan harus diintegrasikan ke dalam karya-karya JPIC.
Berdasarkan tradisi Gereja Katolik, isu JPIC dan tanggapan untuk menjawab tanda-tanda zaman terkait erat dengan proses melihat, menilai, dan mengambil suatu tindakan. Terdapat tiga energi dalam JPIC, yaitu bertindak adil, mencintai dengan kelembutan, dan berkarya dengan kerendahan hati. Hal ini mengandaikan adanya belas kasih, relasi, dan transformasi. Selain itu, penting juga akan adanya spiritualitas, pendidikan, persaudaraan, dan misi kerasulan. Semua hal yang telah disebutkan didasarkan pada Injil.
Berorientasi pada hasil seringkali membuat kecewa. Oleh karena itu, sesuatu yang penting bagi para fransiskan yaitu menjadi lonceng dan kokok ayam untuk mengingatkan serta memberi keselamatan pada dunia. Dengan kata lain, dalam menjalankan karya yang lebih penting yaitu kesetiaan dan komitmen pada nilai-nilai Injil yang menjadi dasar pemikiran JPIC. Penting untuk diingat supaya tidak tergantung pada dukungan finansial ketika melakukan karya Allah. Selain itu, jangan memanfaatkan alasan sosial seperti orang miskin, menderita, dan HAM untuk mencari uang.
Terkait pertumbuhan dan perkembangan sosial media, para fransiskan harus bijaksana serta siap menerima resiko. Melalui sosial media setiap orang bisa menjadi sesama, tetapi belum tentu menjadi saudara. Sehingga penting untuk berjumpa secara langsung dengan yang lain dan melampaui narsisme. Penting untuk mewujudkan politik kasih, bukan membangkitkan kebencian dan kemarahan. Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Melibatkan diri dalam persahabatan sosial dan hadir di tengah orang-orang yang menderita.
Dewasa ini, orang sibuk dengan pencitraan, kurang memahami nilai dan makna persaudaraan sejati. Oleh karena itu, penting untuk mewujudkan kemanusiaan baru. Hal ini terutama pada periode pandemi Covid-19, setiap orang harus peduli dan solider. Merujuk pada Evangeli Gaudium artikel 180, keselamatan bukan urusan pribadi. Karena keselamatan berarti menjadikan kehidupan sosial sebagai tempat untuk mengaktualisasikan persaudaraan, keadilan, dan kesetaraan. Sedangkan dalam Evangeli Gaudium 182, Gereja digambarkan sebagai rumah sakit di medan perang. Gereja harus pergi keluar dan menjumpai setiap orang yang membutuhkan uluran tangan.
Evangeli Gaudium artikel 204 menegaskan bahwa keadilan terwujud apabila terdapat pemerataan dan kesempatan kerja bagi orang-orang miskin. Terkait hal ini, Laudato Si menekankan pentingnya memulihkan rahim bumi yang harus dilakukan setiap pribadi dan kelompok. Karena bumi pada dasarnya adalah rumah kita bersama. Perlu diketahui bahwa segala sesuatu berasal dari Allah dan harus dikembalikan kepada Allah. Menurut Bonaventura, setiap ciptaan saling terkait dan bergantung. Sehingga dasar dialog yaitu relasi Allah trinitaris. Realitas kehidupan juga harus dipandang secara trinitaris. Krisis ekologi adalah krisis kemanusiaan. Sehingga manusia harus bertobat dari sikap egois dan melakukan pertobatan ekologis. Karena alam ciptaan bukan sekadar benda, tetapi tanda atau jejak Allah.
Santo Fransiskus sangat mencintai kehidupan dan menekankan pola hidup yang relasional atau persaudaraan. Persaudaraan berbeda dengan kesetaraan dan kebebasan. Karena persaudaraan menegaskan nilai kasih dan pengorbanan. Sebagaimana diuraikan dalam Fratelli Tutti, kemajuan sains dan teknologi tidak menjamin kualitas hidup manusia yang baik serta benar. Selain itu, penting untuk membebaskan diri dari ideologi agama yang sempit. Dengan kata lain, setiap orang harus keluar dari sikap eksklusif. Hal ini disebut sebagai visi keterbukaan dan pentingnya menjunjung tinggi politik kasih. Membangun sistem pemerintahan yang menjamin kebaikan bersama.
Dialog memungkinkan setiap orang untuk keluar dari sikap eksklusif. Bahkan dialog memfasilitasi setiap orang untuk memeroleh kebenaran dan perdamaian. Dalam dialog harus terjadi perjumpaan yang bukan sekadar fisik, tetapi batiniah. Sehingga teror dan perang bukan ciri dialog. Dasar dari dialog persaudaraan adalah kasih, berbuat baik kepada sesama. Kasih melampaui batas-batas perbedaan dan mempunyai kehendak untuk menjumpai serta bersaudara dengan yang lain. Sangat penting menjadikan persaudaraan sebagai milik semua orang.
Meskipun demikian, manusia bukan ciptaan yang sempurna. Manusia senantiasa berjalan menuju Yang Sempurna. Ketidaksempurnaan tersebut menggambarkan bahwa manusia sungguh-sungguh saling terkait dan bergantung dengan yang lain. Penting untuk menyadari bahwa setiap orang berada pada perahu yang sama dan mendesak untuk membangun jejaring pengharapan. Memberikan kesaksian di dunia yang terluka dan terus-menerus melakukan pertobatan. Bertobat kepada Allah, sesama, dan ciptaan lainnya.
Kemudian pada 18.00 WIB diadakan ibadat ekologi dan makan malam (18.30 WIB). Sedangkan untuk sharing dan evaluasi bidang ekologi serta sekretariat dilakukan pada 19.00 WIB. Tepat pada 20.15 WIB kegiatan rapat kerja ditutup dengan doa malam dan dilanjutkan dengan rekreasi bersama.