EKONOMI FRANSISKUS
“PERGILAH DAN PERBAIKILAH GERAJAKU YANG HAMPIR ROBOH INI”
P. Yansianus Fridus Derong OFM.
(Sekretaris Eksekutif JPIC-OFM Indonesia)
- Dari Assisi Untuk Dunia
Pada 19-21 November 2020, bertempat di Assisi dilaksanakan pertemuan Ekonomi Fransiskus (Economy of Francesco). Pertemuan yang direncanakan berlangsung di Assisi tanggal 26-28 Maret 2020 tersebut terpaksa diundur, karena situasi pandemi. Akhirnya pertemuan tersebut dilangsungkan tanggal 19-21 November 2020, dan kebanyakan diskusi berjalan secara online.
Peserta yang hadir dalam pertemuan berasal dari 20 negara; hampir dari semua belahan dunia. Utusan dari Asia yang melibatkan diri adalah dari Filipina, India, Srilanka dan Korea Selatan. Dalam proses sebelum pertemuan itu banyak orang muda dari berbagai negara-negara yang terlibat. Para pembicaran pun berasal dari latar belakang yang beragam, seperti ekonomi, politik, sosiologi, teknik, dan tentu saja filsafat serta teologi. Dari antara mereka termasuk di dalamnya Muhammad Yunus, pemenang nobel perdamaian 2006, dari Bangladesh, pemikir ekonomi dari Amerika Serikat Jeffrey Sachs dan teolog pembebasan dari Brasil Leonardo Boff.
Pilihan atas kota Assisi sebagai tempat pertemuan ini tidak terlepas dari kota kelahiran Bapak Spiritual Paus sendiri yang selalu memberi inspirasi kepadanya yakni Santo Fransiskus Assisi. Bagi Paus Assisi tampaknya menjadi tempat yang tepat yang menginspirasikan suatu ekonomi baru; Sebab di Assisi Fransiskus telah melucuti diri dari segala keduniawian untuk memilih Allah sebagai bintang penuntun hidupnya, menjadikan dirinya miskin bersama kaum miskin, saudara bagi semua. Pilihannya akan kemiskinan juga menumbuhkan suatu visi akan ekonomi baru bagi dunia saat ini. Hal itu bisa memberi harapan kepada hari esok kita, bagi keuntungan tidak saja untuk mereka yang paling miskin, namun pula bagi semua umat manusia. Semua itu perlu, demikian pula, bagi nasib seluruh planet, rumah bersama kita, “ibu bumi saudari kita”, sebagaimana Fransiskus menyebutnya dalam kidung penciptaan darinya.
- Sebuah Ekonomi Baru
Dalam surat undangan dan ajakannya kepada para ekonom dan wirausaha muda di seluruh dunia. Paus menegaskan intisari impiannya, yakni: “Menyusun serta memulai untuk mempelajari dan menerapkan suatu ekonomi yang berbeda, ekonomi yang memberi kehidupan dan bukannya membunuh, melibatkan dan bukan menyingkirkannya, memanusiawikan dan bukan merendahkan, peduli pada lingkungan dan bukan merusaknya. Suatu peristiwa yang membantu kita untuk berada bersama dan berusaha untuk mengenal satu sama lain, serta membawa kita untuk membuat suatu “kesepakatan” untuk mengubah ekonomi dewasa ini dan memberikan jiwa kepada ekonomi masa depan; Ya, kita perlu “kembali memberi jiwa” pada ekonomi!”.
Diinspirasikan oleh kata-kata Kristus sendiri yang diperdengarkan kepada Santo Fransiskus melalui Salib San Damiano, “Pergilah, perbaikilah GerejaKu yang nyaris roboh ini”, Paus Fransiskus merasa sangat perlu dan mendesak untuk memperbaiki dan menyelamatkan dunia yang nyaris roboh ini oleh aneka macam persoalan kemanusiaan dan ekologi. Dan salah satu aspek vital yang harus diperbaiki adalah aspek ekonomi. Paus ingin membangun sebuah model ekonomi yang baru, yakni ekonomi yang sehat dan dilandasi oleh prinsip pembangunan yang berkelanjutan dan menghormati martabat manausia dan lingkungan hidup. Sebab menurut Paus, Selama sistem ekonomi dan sosial kita masih terus melahirkan kurban dan masih ada seorang pun disingkirkan, di sana tidak akan ada pesta persaudaraan universal.
- Panggilan, Budaya Baru dan Perjanjian
Bagi Paus Fransiskus, pertemuan ‘ekonomi Fransiskus’ di Assisi dimaknai dalam tiga poin berikut: Pertama sebagai panggilan; kedua sebagai sebuah budaya baru dan ketiga sebagai perjanjian.
A. Panggilan Assisi
Sebagaimana Santo Fransiskus yang setelah mendengar Firman Tuhan “Pergilah dan perbaikilah Gereja-Ku, yang hampir roboh ini”, langsung tergerak untuk melakukan sesuatu, Paus juga mengajak semua orang untuk merasa terpanggil untuk menjawab “Ya” terhadap panggilan Tuhan untuk memperbaiki dunia saat ini. Merupakan panggilan Tuhan bagi kita saat ini untuk merancang dan membangun sebuah ekonomi baru yakni ekonomi ‘berkelanjutan’; ekonomi yang tidak melukai saudari bumi, tidak memeras orang miskin dan yang tersingkir.
Sebagai panggilan, ekonomi Fransiskus harus memiliki dampak konkret dalam kehidupan seperti di kota-kota dan universitas-universitas, tempat-tempat kerja dan perkumpulan, bisnis dan gerakan-gerakan, kantor-kantor publik dan swasta, serta untuk bekerja dengan kecerdasan, komitmen dan keyakinan supaya sampai pada pusat-pusat di mana gagasan serta paradigma dikembangkan dan diputuskan. Dalam situasi pandemik saat ini, panggilan itu mesti diwujudkan dalam bentuk mengambil tanggungjawab di barisan depan untuk memperjuankan kehidupan.
B. Sebagai Budaya Baru
Pertemuan ekonomi Fransiskus di Assisi juga hendak dimaknai Paus sebagai sebuah budaya baru. Budaya baru ini amat penting dalam menjawap persoalan dewasa ini. Kita perlu melawan budaya pikir dan perilaku fragmentaris dengan membangun kultur yang menginspirasi dan mendorong kesatuan yang integral atas semua aspek kehidupan. Dalam kerangka itu, maka perlu membentuk dan mendukung kelompok-kelompok kepemimpinan yang yang membentuk budaya-mengobarkan tapak jalan, memperluas cakrawala dan membangun ikatan bersama yang mendukung penantaan, pembangunan dan perhatian terhadap bumi rumah kita bersama. Kita juga membutuhkan para pemimpin yang mampu mengatasi persoalan yang terjadi dan berupaya untuk menyingkirkan ketidakadilan.
Dalam menghadapi aneka persoalan dewasa ini, Paus menekankan pentingnya membangun budaya perjumpaan. Budaya perjumpaan ini merupakan lawan dari budaya membuang yang marak terjadi saat ini. Budaya perjumpaan ini memungkin banyak suara didengarkan, untuk saling berdialog, berdiskusi dan mencari jalan keluar atas persaoalan yang ada. Perjumpaan satu sama lain lepas dari segala perbedaan yang sah – merupakan langkah pertama akan segala perubahan yang dapat membantu menghasilkan suatu budaya baru dan mentalitas ekonomi, politik serta sosial sebagai konsekuensinya.
C. Perjanjian Assisi
Paus meminta para ekonom, wirausaha, pekerja dan pemuka bisnis muda untuk sungguh berkomitmen untuk mendorong lahirnya sebuah pembangunan dan kemajuan yang tidak menyingkirkan orang miskin. Orang miskin harus menjadi pelaku utama dalam kehidupan mereka sendiri dan dalam seluruh tatanan masyarakat. Bahkan lebih dari itu, Paus menuntut kita untuk belajar darii orang miskin dalam mambangun ekonomi yang baru, ekonomi yang menguntungkan semua orang dan demi kepentingan umum. Dalam kerangka itu, ekonomi harus masuk dalam dialog yang jujur demi pelayanan kemanusiaan.
Dalam ekonomi yang baru itu, pembangunan mesti berciri holistik, yaitu mencakupi seluruh aspek kehidupan manusia; bukan hanya aspek ekonomi tetapi juga aaspek sosial, budaya dan lingkungan; Sebuah system pembangunan yang berkelanjutan; sebuah model pembangunan yang membantu perkembangan pribadi dan seluruh umat manusia.
Paus juga menekankan pentingya untuk mengupayakan persaudraan dan spirit orang Samaria yang baik hati; spirit yang mampu menyingkirkan batas demi cintakasih dan kebaikan sesama. Akhirnya Paus meminta untuk berani memberikan citarasa Kristiani kepada dunia saat ini; mewartakan sukacita Injil kepada dunia; mengurapi dunia dengan Sabda Bahagia; Jangan takut untuk terlibat serta menyentuh jiwa kotakota kalian dengan pandangan Yesus.
- Proposal-Proposal Pertemuan Ekonomi Fransiskus
- Kekuataan besar dunia serta lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan memperlambat kecepatannya membiarkan bumi bernafas. Covid telah menjadikan kita melambat, tanpa kita memilih untuk melakukan itu. Kalau covid telah usai, kita harus memilih untuk memperlambat kecepatan yang tak terkendali yang mencekik bumi serta orang-orang lemah yang hidup di bumi ini.
- Penyebaran perkembangan tehnologi yang paling maju ke seluruh dunia diaktifkan sehingga produksi berkelanjutan dapat pula dicapai di negara-negara yang berpendapatan rendah; dan agar kemiskinan energi – sumber kesenjangan ekonomi, sosial dan kultural – dapat diatasi sehingga tercapai keadilan iklim;
- Permasalahan pengelolaan kepentingan umum (khususnya yang secara global seperti udara, hutan, laut, tanah, sumber-sumber alam, semua ekosistem, keragaman hayati dan benih-benih) ditempatkan di tengah aganda pemerintahan dan pengajaran di sekolah-sekolah, universitas dan sekolah-sekolah bisnis di seluruh dunia;
- Ideologi-ideologi ekonomi jangan lagi digunakan untuk menyerang atau menolak kaum miskin, sakit, minoritas dan orang-orang yang kurang beruntung dalam segala bentuknya, sebab tanggapan pertama akan kemiskinan mereka adalah menghargai serta menghormati masing-masing pribadi: kemiskinan bukanlah suatu kutukan, itu hanyalah ketidakberuntungan, dan itu tentunya bukan tanggung jawab mereka yang miskin;
- Hak untuk pekerjaan yang layak bagi semua, hakhak keluarga dan semua hak-hak asasi manusia dihargai dalam kehidupan setiap perusahaan, bagi setiap pekerja, serta dijamin oleh kebijakan sosial masing-masing negara serta diakui di seluruh dunia dengan kesepakatan yang disetujui yang menghalangi pilihan-pilihan bisnis yang lebih didasarkan pada keuntungan belaka dan didirikan atas eksploitasi anak serta mereka yang paling tidak beruntung;
- Surga pajak di seluruh dunia dihapuskan segera. Sebab uang yang disimpan dalam surga pajak adalah uang yang dicuri dari masa kini serta masa depan kita, dan suatu pakta pajak baru menjadi tanggapan pertama akan dunia paska covid;
- Lembaga-lembaga keuangan baru dibentuk dan yang telah ada (Bank Dunia, International Monetary Fund) diperbaharui dalam arah yang demokratis serta inklusif untuk membantu dunia terpulihkan dari kemiskinan dan ketidakseimbangan yang dihasilkan oleh pandemi; keuangan yang berkelanjutan dan etis perlu dihargai serta didorong, dan keuangan yang spekulatif serta predator dihambat dengan perpajakan yang tepat;
- Perusahaan-perusahaan dan bank-bank, terlebih yang besar dan global, mengajukan suatu komite etik independen dalam tata kelola mereka dengan hak veto akan lingkungan, keadilan dan dampaknya pada mereka yang termiskin;
- Lembaga-lembaga nasional dan internasional memberikan penghargaan untuk mendukung wirausahawan inovatif dalam konteks lingkungan, sosial, spiritual dan, paling tidak, keberlanjutan manajerial sebab hanya dengan memikirkan kembali manajemen orang-orang di dalam perusahaan maka keberlanjutan global ekonomi menjadi mungkin;
- Negara-negara, perusahaan dan lembaga-lembaga internasional bekerja untuk menyediakan kualitas pendidikan bagi setiap perempuan serta anak-anak di dunia, sebab sumber daya manusia adalah sumber daya pertama dari semua kemanusiaan;
- Organisasi ekonomi dan lembaga-lembaga sipil jangan berhenti sampai pekerja-pekerja perempuan memiliki kesempatan yang sama sebagaimana pekerja laki-laki sebab, tanpa kehadiran yang memadai dari bakat perempuan, bisnis dan tempat kerja tidak sungguh penuh dan autentik manusiawi serta tempat yang membahagiakan;
- Akhirnya, kami memohon komitmen dari semua orang sehingga waktu yang dinubuatkan oleh Yesaya semakin dekat, “Mereka akan menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi pisau pemangkas; bangsa tidak lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, mereka tidak akan lagi belajar perang” (Yes 2:4). Kami, kaum muda tidak dapat lagi membiarkan sumber-sumber daya diambil dari sekolah-sekolah, pelayanan kesehatan, masa kini dan masa depan kami untuk membuat senjata serta memicu perang yang diperlukan untuk menjualnya. Kita hendak memberitahu anak-anak kami bahwa dunia yang berperang akan berakhir selamanya.
- Membawa Aroma Injil Kepada Dunia
Membaca tulisan-tulisan Paus Fransiskus baik dalam bentuk surat, seruan apostolik maupun ensiklik di san akita menemukan bagaimana besar perhatian dan keperhatian Paus terhadap seluruh persoalan dunia dewasa ini. Seluruh persoalan kemanusiaan dan ekologi menjadi perhatiannya; mulai dari persoalan lingkungan hidup, dialog antara agama, persoalan masyarakat adat, persoalan migrasi dan perdagangan manusia, dan masih banyak lagi persoalan lain. Melalui pertemuan ‘Ekonomi Fransiskus’ Paus memperlihatkan perhatiannya terhadap persoalan ekonomi. Berhadapan dengan fenomena tersebut, amatlah wajar kalua kita bertanya, mengapa demikian? Mengapa pemimpin tertinggi Gereja Katolik itu tidak cukup hanya berbicara tentang iman dan moral Katolik?
Dari hasil pembacaan saya, kurang lebih ada dua alasan penting mengapa Paus Fransiskus melakukan hal itu. Pertama, keprihatinan Paus sendiri terhadap persaoalan kemanusiaan dan ekologi dewasa ini. Seluruh aspek kehidupan dunia saat ini terutama pembangunan, ekonomi dan politik membawa dampak yang kurang baik bagi manusia dan lingkungan hidup. Politik dan ekonomi membuat orang miskin dan ibu bumi menjerit kesakitan. Sistem ekonomi dan politik yang terjadi hanya melayani kepentingan para penguasa dan para pemilik modal (Uang) dan menghancurkan orang-orang miskin yang merupakan penghuni paling banyak dunia ini.
Alasan kedua dan ini alasan yang paling fundamental ialah bahwa Paus ingin membawa aroma Injil kepada dunia saat ini, yakni dunia yang sarat dengan degradasi kemanusiaan dan ekologi. Paus ingin menunjukkan kepada dunia bahwa agama (Katolik) masih memiliki suara dan peran dalam merefleksikan dan mengubah wajah dunia saat ini. Dalam ensiklik Fratelli Tutti Paus menegaskan: “Gereja tidak bisa dan jangan sampai tetap tinggal di pinggir dalam pembangunan suatu dunia yang lebih baik, atau gagal untuk menyalakan kembali daya rohani yang dapat menyumbang bagi kemajuan masyarakat. Benarlah bahwa pelayan-pelayan keagamaan jangan terlibat dalam partai politik yang menjadi medan yang tepat bagi kaum awam, akan tetapi mereka tidak dapat menolak dimensi politis dari kehidupan itu sendiri yang melibatkan perhatian terus-menerus bagi kepentingan umum serta keprihatinan bagi pembangunan manusia secara utuh. Gereja memiliki peran publik di atas dan melebihi kegiatan karitatif dan edukatifnya. Dia bekerja bagi kemajuan umat manusia serta persaudaraan universal. Gereja tidak menyatakan bersaing dengan kekuasaan duniawi, akan tetapi menawarkan dirinya sebagai sebuah keluarga di antara keluarga-keluarga, inilah Gereja, yang terbuka untuk menyatakan kesaksian dalam dunia dewasa ini, terbuka akan harapan serta kasih bagi Allah dan bagi mereka yang dikasihi-Nya dengan kasih keberpihakan pada orang miskin. Sebuah rumah dengan pintu terbuka. Gereja adalah sebuah rumah dengan pintu terbuka, sebab dia adalah seorang ibu. Dan dengan meneladan Maria, bunda Yesus, kita ingin menjadi Gereja yang melayani, yang meninggalkan rumah dan pergi dari tempat peribadatannya, pergi dari sakristi, untuk menyertai kehidupan, untuk menopang harapan, menjadi tanda kesatuan … untuk membangun jembatan, untuk meruntuhkan tembok-tembok, untuk menaburkan benih-benih rekonsiliasi”. (FT. 276)
Sumber Bacaan:
- Ekonomi Fransiskus: Membangun Narasi dan Tata Ekonomi Baru; Pertemuan Economy of Francesco, Assisi, 19-21 November 2020, Dokpen KWI, 2o2o.
- Ensiklik Fratelli Tutti, Paus Fransiskus, Oktober 2020.
bolehkah saya melamar kerja di kantor ofm?