Oleh: Yohanes Wahyu Prasetyo OFM
Penting untuk membedakan bentuk eksplisit dari bentuk implisit tuduhan. Tuduhan eksplisit menyampaikan kosa kata kebajikan dan kejahatan untuk tujuan kritis. Misalnya, Alister McGrath dan Joanna Collicutt McGrath menentang keyakinan dogmatis mengenai kebenaran. Tetapi tuduhan juga bisa implisit dalam bahasa deskriptif dan evaluatif yang digunakan untuk menggambarkan karakter, nada, retorika, pernyataan, dan pandangan ateis baru. Misalnya, artikel dalam The Guardian yang berjudul Aggressive Atheists mengecam kecenderungan ateis baru yang mencemooh dan memusuhi agama.
Tuduhan dapat mengambil bentuk implisit atau eksplisit. Umumnya lebih mudah menilai tuduhan secara kritis ketika mengambil bentuk eksplisit, sehingga dapat mengidentifikasi kejahatan yang dimunculkan. Selain itu, lebih mudah menentukan apakah kritikus memberikan penjelasan yang valid. Ateis baru biasanya menolak tuduhan.
Dawkins menegaskan bahwa hipotesis Allah (God hypothesis) merupakan hipotesis ilmiah (scientific hypothesis), sehingga dapat dianalisis secara skeptis. Dawkins menolak tuduhan dogmatisme karena ciri-ciri tertentu epistemologi penyelidikan ilmiah secara intrinsik anti-dogmatis. Jika Dawkins benar, maka dogmatisme merupakan kepercayaan epistemik yang kuat.
Demikian pula Dale McGowan, menentang tuduhan dan menegaskan bahwa ateis rendah hati, terbuka, dan jujur. Hal ini terjadi karena kepekaan intelektual mereka yang tercerahkan. Perlu diketahui bahwa tuduhan tidak terlepas dari bentuk-bentuk kritik lain yang ditujukan kepada ateis baru. Karena epistemologi kebajikan meyakini bahwa karakter dan penyelidikan terkait erat. Dalam ateisme baru, tuduhan berkaitan dengan dua keluhan.
Pertama, keluhan kognitif (cognitive complaint) yang dibuat dan dijalankan ateis baru. Ateis baru menegaskan bahwa keyakinan religius membingungkan, kurang canggih, dan secara intelektual dipertanyakan. Misalnya, Dawkins meyakini bahwa iman merupakan kepercayaan buta (blind trust) yang tidak melibatkan akal budi. Terkait hal ini, Alister McGrath dan Joanna Collicutt McGrath menilai bahwa pernyataan yang disampaikan Dawkins mementingkan diri sendiri.
Pernyataan yang mementingkan diri sendiri tidak dapat diterima. Selain itu, tindakan tersebut memerlihatkan bahwa mereka tidak mampu mempertahankan argumentasi intelektual. Pada tataran tertentu dapat dikatakan bahwa mereka kurang mendalami literatur akademis seperti psikologi, filsafat, dan teologi. Penekanan mengenai pentingnya keterlibatan dalam ranah akademis juga berlaku bagi orang-orang religius yang ingin terlibat dalam debat publik tentang sains dan agama.
Kedua, keluhan perilaku (conduct complaint), di mana ateis baru meminimalkan keterlibatan dalam ranah intelektual. Menurut Richard Cimino dan Christopher Smith, ateis baru suka bertengkar, memecah belah, dan secara agresif mengikis peluang diskursus rasional. Sedangkan menurut Richard Harries, nada utama kebenaran intelektual ateis baru menghalangi perdebatan intelektual. Terkait hal ini, Alister McGrath dan Joanna Collicutt McGrath menilai bahwa karya Dawkins The God Delusion mengungkapkan pernyataan retoris berlebihan dan disorganisasi argumentatif yang merupakan kejahatan epistemik.
Ateis baru resisten terhadap keterlibatan intelektual. Hal ini terjadi karena minimnya pengetahuan dan pemahaman mereka mengenai persoalan yang relevan. Sehingga ateis baru banyak melakukan kesalahan dan sulit diajak diskusi. Perlu diketahui bahwa orang yang dogmatis bertahan dengan konsep dan teori tertentu. Sedangkan orang yang sombong menegaskan superioritas interpretasinya sendiri. Kedua keburukan tersebut mendorong sikap permusuhan dan meniadakan kemungkinan dialog konstruktif.
Sangat mudah untuk bertukar tuduhan terkait arogansi dan dogmatisme. Namun, praktik menuduh orang lain dengan keburukan hanyalah retorika belaka. Tuduhan akan goyah apabila tidak ada sesuatu yang diartikulasikan secara filosofis. Oleh karena itu, untuk membuat tuduhan kuat dan valid, kritikus harus memberikan penjelasan. Tampaknya ateis baru memang rentan terhadap tuduhan arogansi epistemik (epistemic arrogance) dan dogmatisme epistemik (epistemic dogmatism).
Sumber Bacaan:
Kidd, Ian James. “Epistemic Vices in Public Debate: The Case of ‘New Atheism’.” Dalam Christopher R. Cotter, Philip Andrew Quadrio, dan Jonathan Tuckett (editor). New Atheism: Critical Perspectives and Contemporary Debates. Switzerland: Springer, 2017, hlm. 51-68.
Pigliucci, Massimo. “New Atheism and the Scientific Turn in the Atheism Movement.” Midwest Studies in Philosophy. Vol. XXXVII (2013), hlm. 142-153.
Stenger, Victor J. “A Defense of New Atheism: A Reply to Massimo Pigliucci.” Science, Religion & Culture. Vol. 1, No. 1 (2014), hlm. 4-9.