Oleh: Yohanes Wahyu Prasetyo OFM
Merujuk pada Pew Research, 68% orang dewasa Amerika percaya bumi sedang memanas (believe the earth is warming). Sebelum menulis Ensiklik Laudato Si, Paus Fransiskus menganalisis fenomena persoalan lingkungan dan peran perusahaan, pemerintah, dan masyarakat di dalamnya. Berdasarkan analisa, teknologi yang didasarkan pada penggunaan bahan bakar fosil mengakibatkan polusi dan harus segera diganti serta tidak boleh ditunda.
Teknologi dalam kaitannya dengan kepentingan bisnis seringkali digunakan sebagai media untuk mengatasi persoalan lingkungan. Namun, realitas memperlihatkan bahwa pemecahan masalah yang diupayakan melalui teknologi justru menimbulkan persoalan baru. Perlu diketahui bahwa Paus Fransiskus prihatin dengan situasi dan kondisi di mana perusahaan transnasional (transnational corporations) berupaya sedemikian rupa untuk mendapatkan keuntungan dalam jumlah besar.
Manusia era postmodern berhadapan dengan tantangan individulisme seperti budaya instan (culture of instant) dan melihat diri sebagai pusat segala sesuatu. Berhadapan dengan persoalan tersebut, harus mengupayakan sumber daya di sejumlah tempat yang mengalami kekurangan. Hal ini dimaksudkan supaya menghasilkan pertumbuhan yang sehat di tengah masyarakat. Dengan kata lain, perlu dilakukan model pembangunan global (models of global development). Selain itu, harus disadari bahwa perlindungan terhadap lingkungan tidak dapat dijamin hanya dengan mengandalkan perhitungan finansial dan manfaat.
Kepicikan politik, terlalu percaya pada teknologi, dan pengejaran kekayaan mengakibatkan lingkungan tereksploitasi serta rusak. Sehingga dibutuhkan pendekatan bijak terhadap lingkungan dan menyesuaikan kebutuhan untuk konsumsi dengan kelestarian bumi. Selain membahas persoalan lingkungan dan upaya untuk mengatasinya, Laudato Si juga menyerukan pentingnya dialog kasih.
Laudato Si memberikan pengaruh kepada orang-orang non-Katolik, karena mereka merasa dicintai oleh Paus Fransiskus. Perlu diketahui bahwa sumber bacaan yang digunakan Paus Fransiskus untuk menulis Ensiklik tersebut didominasi oleh doktrin Katolik. Misalnya, surat-surat apostolik, sejumlah Ensiklik sebelumnya, pernyataan konferensi para uskup, katekismus, dll. Oleh karena itu, pada tataran tertentu pesan yang disampaikannya identik dengan pendidikan Katolik yang sangat ketat.
Meskipun Laudato Si yang ditulis Paus Fransiskus terkesan ketat, namun ia mampu menguraikannya secara indah dan dapat dipercaya. Paus Fransiskus merefleksikan pesan hukum lingkungan modern (modern environmental law) dan menawarkan berbagai macam tindakan yang dapat dilakukan dalam upaya mengatasi persoalan lingkungan secara terperinci. Misalnya, mengontrol penggunaan plastik dan kertas, menghemat penggunaan air, memilah sampah, memasak sesuai dengan kebutuhan, peduli terhadap ciptaan lainnya, menggunakan transportasi umum, menanam pohon, dan mematikan lampu apabila sudah tidak digunakan lagi.
Paus Fransiskus juga mengusulkan supaya analisis dampak lingkungan dibuat sebelum menyusun kebijakan, rencana, dan program tertentu. Selain itu, ia menunjukkan pentingnya prinsip kehati-hatian (the precautionary principle). Sehingga tidak mengherankan apabila Laudato Si menjadi sorotan publik. Ensiklik ini memberikan tugas dan tanggung jawab moral kepada orang Katolik dan masyarakat pada umumnya untuk menangani perubahan iklim serta memperhatikan orang-orang miskin. Akhirnya, Paus Fransiskus menegaskan, all it takes is one good person to restore hope!
Sumber Bacaan:
DiMento, Joseph. “Laudato Si.” Environment: Science and Policy for Sustainable Development. Vol. 57, No. 6 (2015), hlm. 9-11.