Apa Itu Teologi Feminis?

0
2242

Oleh: Yohanes Wahyu Prasetyo OFM

Menurut Elizabeth A. Johnson, dewasa ini terjadi fenomena di mana perempuan diperkosa, dilacurkan, diperdagangkan, dianiaya, dan dibunuh. Hal ini memperlihatkan bahwa seksisme telah merajalela dalam skala global. Selain itu, sistem doktrin, hukum, adat istiadat, ritual, dan kepemimpinan ditentukan oleh laki-laki. Pada Abad II, Tertulianus mengajarkan bahwa perempuan adalah pintu gerbang iblis (the gate-way of the devil). Sedangkan menurut Agustinus, perempuan disebut sebagai citra Allah apabila bersatu dengan laki-laki. Selanjutnya, Thomas Aquinas melihat perempuan sebagai laki-laki cacat (defective male).

Johnson menegaskan bahwa menjadi perempuan pada dasarnya merupakan suatu rahmat. Terkait hal ini, teologi feminis merupakan bagian dari teologi pembebasan (liberation theology) yang mengkritik dominasi laki-laki dan kecenderungan manusia untuk menguasai sesama serta ciptaan lainnya. Teologi feminis menjunjung tinggi kesetaraan dan mutualitas di antara manusia yang mempunyai jenis kelamin, ras, dan kelas sosial yang berbeda.

Allah dalam perspektif tradisional secara eksklusif digambarkan sebagai orang tua, berkulit putih, raja, dan laki-laki. Lukisan Michelangelo di langit-langit kapel Sistina Roma menggambarkan Allah sebagai laki-laki, lambang kekuasaan dalam masyarakat. Lukisan tersebut mempunyai dampak yang sangat berbahaya, di mana laki-laki dipandang lebih menyerupai Allah daripada perempuan. Allah yang secara eksklusif diidentikkan dengan laki-laki memberikan hak istimewa kepadanya dalam sistem pemerintahan dan merampas kekuatan spiritual perempuan. Dalam ungkapan Mary Daly, jika Allah itu laki-laki, maka laki-laki adalah Allah (if God is male, the male is God).

Teologi feminis menyebut Allah sebagai Roh (Ruah), Kebijaksanaan (Sophia), Allah Israel yang memimpin umat-Nya menyeberangi Laut Merah, dan Allah yang senantiasa melawan kejahatan. Terkait kisah hidup Hagar, para teolog feminis melihat peran Allah yang memungkinkan pembebasan dan membantunya bertahan hidup. Perlu diketahui bahwa secara konsisten Kitab Suci melukiskan Allah sebagai sosok Ibu yang senantiasa menghibur dan tidak pernah meninggalkan umat-Nya.

Berdasarkan alam pikiran gender tradisional, karakteristik manusia dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki dipandang mempunyai kualitas nalar, inisiatif, dan keberanian. Sedangkan perempuan dipandang mempunyai kualitas emosional, penerimaan, dan memelihara. Berhadapan dengan dualisme tersebut, para teolog feminis menegaskan bahwa laki-laki juga mempunyai karakter emosional, penerimaan, dan memelihara. Selain itu, perempuan juga mempunyai kualitas nalar, inisiatif, dan keberanian.

Perlu diketahui bahwa Allah dalam simbol perempuan dikemukakan berdasarkan konteks di mana perempuan berhadapan dengan fenomena ketidakadilan dan martabatnya direndahkan. Merujuk pada Iranaeus, para teolog feminis menegaskan, Gloria Dei, vivens femina. Terkait hal ini, para teolog feminis berharap supaya kekerasan terhadap perempuan dihentikan. Perempuan tidak boleh dipandang sebagai bawahan, pembantu, dan objek.

Sumber Bacaan:

Johnson, Elizabeth A. Quest for the Living God: Mapping Frontiers in the Theology of God. New York: Continuum, 2007.

Catatan: tulisan ini pernah dimuat dalam majalah Gita Sang Surya, Vol. 16, No. 2 (Maret-April 2021), hlm. 56.

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here