Oleh: Yansianus Fridus Derong OFM
Thomas dari Celano, penulis Riwayat hidup Fransiskus, memuji Fransiskus sebagai “Vir Evangelicus et totus apostolicus” yang artinya: Orang Injili dan seutuhnya rasuli. Kedua kata tersebut tergabung, karena keduanya hampir searti. Fransiskus disebut “Injili” karena dalam dirinya, Injil dari dan tentang Yesus Kristus seolah-olah diperorangkan, menjadi seorang pribadi. Kata “rasuli” menjelaskan cara bagaimana Injil itu dipribadikan dalam diri Fransiskus. (Groenen, 1982). Injil atau Kabar Gembira itu terwujud dalam diri Fransiskus seperti dahulu terwujud dalam diri Yesus Kristus serta para rasul-Nya. Memang Injil itulah yang dijadikan pedoman dan pegangan bagi cara hidup Fansiskus sendiri dan pola hidup para pengikutnya, sebagaimana terungkap dengan jelas dalam Anggaran Dasar yang ditulisnya: “Anggaran dasar dan cara hidup Saudara-saudara Dina ialah mengikuti ajaran dan jejak Tuhan kita Yesus Kristus.” (AngTBul 1:1). Dan lagi “hendaklah kita berpegang teguh pada Firman, cara hidup dan ajaran serta Injil-Nya yang suci…” (AngTBul XXII: 41). Thomas Celano, penulis riwayat hidup Fransikus menulis: “Fransiskus bukanlah pendengar Injil yang tuli, tetapi segala sesuatu yang didengarnya, disimpan dalam ingatannya yang mulia; dan ia pun berusaha melaksanakannya dengan cermat, secara harafiah (I Cel.22; bdk. LM III: 1; KKS 25).
Cita-cita Fransiskus adalah menepati dan mewartakan Injil. Cara Fansiskus menepati Injil begitu radikal. Fransiskus sendiri mengakui bahwa ketika masih mencari-cari apa yang harus ia perbuat, justru, “Tuhan sendiri yang mewahyukan kepadaku bahwa aku harus hidup menurut pola Injil Suci” (Was.14). Apa yang dinyatakan Tuhan kepada Fansiskus ialah tuntutan radikal yang tercantum dalam Mat. 10:9-10: “janganlah kamu membawa emas atau perak atau tembaga,…bekal,…baju dua helai”. Artinya, jangan percaya kepada dukungan sarana, alat, daya-upaya apapun yang memberi jaminan dan perlindungan, selain pada Tuhan sendiri yang menjadi pemelihara mereka.
L. A. M. Goossens, OFM, dalam buku ‘Francis: Bible of The Poor’ mengatakan bahwa bagi Santo Fransiskus, Kitab Suci bukan sekedar kumpulan buku suci yang berisi doktrin mulia dan suci. Sebaliknya, di mata Fransiskus, Kitab Suci selalu aktual dan selaras zaman. Kitab Suci merupakan Sabda yang hidup. Ketika mendengar Sabda Tuhan dibacakan, Fransiskus merasakan bahwa kata-kata itu seperti langsung keluar dari mulut Tuhan. Dan Fansiskus memahami Sabda Tuhan dengan seluruh keberadaanya. Fransiskus merupakan model orang yang diubah oleh Sabda Tuhan. Santo Bonaventura, seorang penulis biografi Fransiskus melukiskan bagaimana Fransiskus mendengarkan dan melaksanakan Sabda Tuhan: “Pada sautu hari Fransiskus menghadiri misa dan ia mendengarkan sabda yang dibacakan, yaitu kisah Yesus mengutus murid-murid-Nya dengan saksama. Setalah mendengar bacaan tersebut, dengan penuh sukacita Fansiskus berseru, ‘Inilah yang aku inginkan… inilah yang dirindukan dengan sepenuh hatiku. Segera ia menanggalkan sepatunya, melepaskan tongkat, melemparkan dompet berserta uangnya, puas dengan memakai satu jubah, membuat ikat pinggang kulit dan menggantinya dengan seuatas tali sebagai ikat pinggang.’(Legenda Mayor, 3). Fransiskus begitu mncintai Sabda Tuhan. Kendati hanya mendengar Firman Tuhan yang dibacakan pada setiap Perayaan Ekaristi, namun Sabda Tuhan sungguh merupakan Sabda Allah yang hidup.
Bulan Kitab Suci sebagai kesempatan istimewa bagi umat Katolik untuk lebih mendekatkan diri pada Kitab Suci agar sungguh mencintai Kitab Suci. Membaca, merenungkan, mensharingkan pengalaman dalam terang Firman Tuhan merupakan bagian dari kegiatan rutin yang telah dianjurkan dan diagendakan. Lembaga Biblika Indonesia telah menyiapkan materi pendalaman yang siap digunakan oleh seluruh umat Katolik di Indonesia. Berhadapan dengan rutinitas tahunan yang dilaksanakan setiap bulan September ini, barangkali cara Fansiskus mendengar, membacakan dan memperlakukan Kitab Suci dapat menjadi alternatif penghayatan iman kita terhadap Sabda Tuhan. Hati Fransiskus selalu berkobar-kobar ketika mendengarkan Sabda Tuhan, karena ia merasa bahwa Tuhan sendiri yang sedang berbicara kepadanya. Fransiskus begitu mencintai Sabda Tuhan, karena dalam dan melali Sabda-Nya Allah menunjukkan kasih-Nya kepada Fransiskus. Fansiskus menjadikan Injil sebagai pegangan dan cara hidupnya karena Injil itu sendiri tidak lain adalah Tuhan Yesus, Sang Jalan, kebenaran dan hidupnya.