Oleh Sdr. Yansianus Fridus D. OFM

Membaca Injil dari Perspektif Kaum Marginal

Injil pada hari ini berkisah tentang Yesus yang menyembuhkan seorang pengemis yang buta bernama Bartimeus. Pada akhir kisah itu dituturkan bahwa Bartimeus dapat melihat dan mengikuti Yesus dalam Perjalanan-Nya; sebuah kisah dengan happy ending. Sebagai pembaca yang ingin memperoleh hikmah dari kisah ini, saya memiliki tiga alternatif untuk memandang kisah ini sesauai dengan pemeran atau pelaku yang terlibat di dalam kisah. Pertama-tama, saya dapat merefleksikan kisah ini dari sudut pandang Yesus yang mewartakan Kerajaan Allah, Kerajaan Pembebasan, kedilan dan damai sejahtera. Situasi mengemis dan buta tentu saja berlawanan dengan gambaran Kerajaan Allah; maka menyembuhkan orang buta merupakan mutlak bagi terwujudnya Kerajaan Allah itu.

Selanjutnya, saya juga dapat menyusuri teks ini dari sudut pandang dan kepentingan orang banyak yang berkerumun dan berbondong-bondong mengikuti Yesus. Sebagaimana yang kita baca dalam Injil, orang banyak itu mengikuti Yesus dengan aneka macam maksud dan tujuan; ada yang ingin mendengar ajaran-Nya, ada yang ingin mengalami mukjizat-Nya, ada juga yang ingin mencari kelemahan dan kesalahan-Nya yang akan dipakai untuk mempersalahkan Dia, namun juga kelompok para murid yang dipanggil khusus untuk berjalan bersama Yesus. Dikisahkan dalam Injil bahwa orang banyak itu menegur Bartimeus yang berseru “Yesus Anak Daud, kasihanilah aku.” Entah mengapa mereka menegurnya? Injil tidak mengatakannya. Barangkali seruannya menimbulkan kebisingan yang mengganggu orang banyak; atau barangkali kehadiran dan seruan Bartimeus itu menjadi saingan yang dapat mengganggu kepentingan mereka yang ingin dekat dengan Yesus dan mendapatkan ajaran atau mukjizat dari-Nya. Dikisahkan juga ada Sebagian dari orang banyak itu yang memberi kekuatan dan peneguhan kepada Bartimeus dengan mengatakan “Kuatkanlah hatimu! Berdirilah, Ia memanggil engkau.” Apakah mereka kenalan, teman atau keluarga Bartimeus? Tidak ada catatan tentang itu. Yang jelas mereka prihatin, mereka peduli, mereka solider dan berbuat sesutu kebaikan untuk Bartimeus.

Dan Pilihan yang terakhir adalah membaca dan merenungkan perikop ini dari sudut pandang Bartimeus. Saya menjatuhkan pilihan pada yang terakhir ini, yakni merenungkan perjalanan Bartimeus. Pilihan itu tentu saja selain karena Bartimeus merupakan tokoh yang cukup sentral dalam kisah ini, tetapi juga pilihan yang lahir dari kesadaran dan spiritualitas yang ingin memberi tempat khusus bagi mereka yang seringkali diabaikan dan dimarginalkan. Sebab pembebasan bagi mereka yang tertindas hanya mungkin terjadi kalau mereka dan seluruh sejarah mereka perlu dikisahkan dan didengarkan. Maka membaca tanda-tanda zaman, membaca Kitab Suci dari sudut pandang kaum marginal mesti mendapat tempat.

Berjalan bersama Bartimeus Menuju Pembebasan

Perjalanan bersama Bartimeus merupakan sebuah ziarah yang menyusuri lorong-lorong gelap kehidupan mereka yang diabaikan dan terpinggirkan baik dari segi sosial, politik ekonomi maupun religius. Bartimeus adalah figur-figur mereka yang dipinggirkan dari khalayak ramai dalam gemuruh dan gegap gempit kehidupan. Bartimeus mewakili kaum marginal yang berseru dengan suara lirih ‘kasihanilah aku’ lantaran tak kuasa lagi menahan perihnya penderitaan. Bartimeus adalah orang-orang kecil yang dengan penuh kerinduan mendambakan perubahan, merindukan ingin melihat seperti apakah sukacita itu, seperti apakah pembebasan itu dan seperti apakah damai sejahtera itu. Berjalan bersama bartimeus adalah sebuah perjalanan yang penuh tantangan dan resiko akan pembungkaman, lantaran dianggap mengganggu ketenangan dan kemapanan orang kaya yang berkuasa dalam mencapai hasrat dan tujuan mereka. Berjalan bersama Bartimeus adalah sebuah jalan pertobatan dengan menangglkan jubah ketakutan, kebutaan, ketidakpedulian yang merongrong kebebasan dan harkat-martabat manusia.

Berjalan bersama Bartimeus adalah jalan kepedulian dan solidaritas tatkala setiap orang mendukung sesamanya dengan berseru ‘kuatkanlah hatimu’ dan ‘berdirilah’. Sebuah ungkapan kepedulian, kepekaan dan rasa tanggungjawab dalam memandang penderitaan sesama. Bartimeus jangan dibiarkan sendiri dan berjuang sendiri dalam menghadapi dan mengubah penderitaannya. Sebab kita diciptakan sebagai makhluk sosial yang lahir dan berada untuk orang lain. Lagi pula, semakin banyak orang yang hadir dan terlibat dalam mengerjakan sesuatu atau mengatasi persoalan, akan terasa lebih ringan dan mudah. Lebih dari itu, solidaritas lahir dari kesadaran bahwa penderitaan satu manusia merupakan penderitaan umat manusia seluruhnya. Satu anggota keluarga atau komunitas sakit, seluruh anggota keluarga atau komunitas turut merasakan penderitaan itu. Berajalan bersama Batimeus adalah sebuah dialog kemanusiaan yang menyingkir aneka sekat perbedaan entah perbedaan ras, warna kulit, golongan maupun agama. Berjalan bersama Bartimeus adalah perjalanan merajut persaudaraan dengan sesama, terutama mereka yang disingkirkan dan dimarginalkan seperti orang miskin, lemah, sakit, dll.

Akhirnya, berjalan bersama Bartimeus adalah sebuah penziarahan iman. Sebagai seorang yang buta, Bartimeus memenuhi apa yang dikatakan Yesus tentang Thomas yang tidak percaya akan kebangkitan-Nya, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya”(Yohanes 20: 29). Bartimeus yang buta percaya akan Yesus sehingga ia berseru dan memohon: “Yesus, Anak Daud, Kasihanilah Aku”, dan “Rabuni, semoga aku dapat melihat.” Iman Bartimeus kepada Yesus begitu kuat, sehingga ia berhasil mengalahkan aneka macam tantangan yang mencoba menghalangi perjumpaan dan kedekatannya dengan Yesus. Iman Bartimeus, merupakan iman yang tidak sekali jadi, melainkan iman yang melewati proses dan perjalanan panjang; iman yang lahir dari keberanian untuk mengalahkan dan meninggalkan manusia lama (dosa) yang membuatnya tak berdaya dan tinggal dalam kegelapan. Iman Bartimeus adalah iman yang tidak tumbuh hanya secara personal melainkan juga berciri sosial. Orang-orang disekitarnya memberi kekuatan dan peneguhan yang mematangkan imannya akan Yesus. Orang banyak di sekitar Bartimeus memberi dukungan atas imannya dengan berkata: “Kuatkanlah hatimu! Berdirilah, Ia memanggil engkau.”

Iman Yang Menyelamatkan: Iman Yang Membawa Pembebasan

Iman Bartimeus yang begitu kokoh dan kuat akan Yesus mampu menyemhuhkan dan menyelamatkan dia. Itulah sebabnya Yesus berkata kepadanya, “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.” Iman yang menylamatkan Bartimeus adalah iman yang membebaskan ia dari kebutaan dengan segala akibatnya yang membuat Bartimeus tak berdaya, selain hanya menjadi seorang pengemis. Perjumpaan dan doa permohonannya kepada Yesus menyembuhkan penyakit yang dialami Bartimeus. Bertimeus mengalami kesembuhan, perubahan, dan pembebasan lantaran imannya kepada Yesus.

Dari Bartimeus kita menemukan bahwa salah satu indikator dalam kehidupan beriman sekaligus dalam pewartaan iman adalah perubahan dan pembebasan. Setiap kali berdoa, merayakan ekaristi, devosi, dll., pertanyaan penting yang harus diajukan adalah apakah semua membawa perubahan bagi saya sehingga saya menjadi pribadi yang lebih baik? Apakah perayaan iman saya membuat saya menjadi pribadi yang dapat berelasi dengan baik, semakin bersemangat dalam bekerja, semakin peka dan peduli terhadap sesama, khususnya mereka yang menderita?

Bagi para pewarta dan pelayan pastoral yang mewartakan iman katolik, dari pengalaman iman Bartimeus, salah satu indikator keberhasilan pelayanan iman kita adalah sejauh mana itu membawa perubahan dan pembebasan bagi mereka yang kita layani. Perubahan tidak hanya segi fisik dengan membangun Gereja yang megah dan mahal, melainkan perubahan dari iman yang berciri ritualistik dengan aneka tata cara yang ada di dalamnya menuju iman yang membawa perubahan pada etika dan moral. Iman yang mampu menjadikan orang Katolik sungguh-sungguh sebagai garam dan terang dunia, melalui kehidupan keluarga yang harmonis dan bahagia, Komunitas basis yang selalu berkumpul bersama penuh persaudaraan dan saling berbagi dan menanggung sukacita dan kesukaran hidup. Mejandi orang katolik yang semakin peduli dan peka terhadap persoalan sosial dan ekologi yang saat ini mengancam kemanusiaan dan dunia. Pace e bene.

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

nine − seven =