Aktivitas penambangan mangan di Satar Punda telah meninggalkan daya rusak yang tak terpulihkan. Daya rusak itu meliputi alih fungsi lahan dalam skala besar, tercemarnya air dan udara, konflik sosial, hingga intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi.
Dalam kaitan dengan alih fungsi lahan, misalnya, kehadiran tambang di Satar Punda menyebabkan tanaman pertanian warga hancur dan bahkan kehilangan lahan garapan. Klaim kepemilikan atas sejumlah tanah lingko (tanah ulayat) dilakukan oleh perusahaan tambang, setelah berhasil mendekati dan bertransaksi dengan tetua adat tertentu. Penyerahan tanah lingko itu seringkali tak diketahui warga yang memiliki hak yang sama atas tanah ulayat itu.
Operasi penambangan yang terjadi juga telah menyebabkan tercemarnya sawah warga di Luwuk akibat material tambang perusahaan. Demikian juga dengan perkebunan jambu mete yang produktivitasnya menurun akibat tercemar debu ketika masuk musim berbunga. Sumber air untuk konsumsi rumah tangga dan lahan pertanian juga ikut terdampak, debit berkurang dan tercemar limbah tambang. Selama bertahun-tahun, banyak penduduk desa – balita, anak-anak dan orang dewasa – menderita sakit dada dan perut, bahkan batuk darah akibat polusi udara dan air. Kaum ibu tidak bisa mendapatkan air bersih karena air sumur telah berubah hitam akibat limbah tambang. Selama musim kemarau, debu mangan menyelimuti rumah penduduk, peralatan dapur, tanaman, dan makanan. Anak-anak tidak bisa bermain di luar rumah karena ketika mereka melakukan hal itu, pakaian atau seragam sekolah mereka menjadi hitam. Penyakit yang terindikasi sebagai ispa kronis menimpa warga sekitar areal pertambangan bahkan ada beberapa warga yang meninggal dengan indikasi yang sama…Selengkapnya!