[Kabar dari Ndoso] Keprihatinan akan krisis ekologi yang terjadi di Puar Merok, Desa Golo Keli, Kecamatan Ndoso, Kabupaten Manggarai Barat, mendorong sejumlah relawan muda pecinta lingkungan untuk menggelar aksi konservasi dan talkshow bertajuk ekopedagogi. Komunitas dengan nama Pemuda Penjaga dan Penyelamat Kampung (P3K), dampingan JPIC OFM Indonesia berhasil menghimpun kurang lebih 150 orang untuk hadir dan terlibat aktif dalam konservasi Puar Merok pada Hari Selasa, 02 Mei 2023.
Lian Kurniawan, ketua pelaksana kegiatan, saat menyapa para peserta, menegaskan bahwa “kegiatan yang diselenggarakan ini bertolak dari keprihatinan yang mendalam atas kerusakan ekosistem hutan adat Puar Merok akhibat pembabatan liar oleh warga untuk mengambil hasil hutan berupa kayu demi memenuhi kebutuhan akan kayu bakar”.
“Sebagai Kelompok Komunitas Pemuda Penjaga Penyelamat Kampung, kami merasa bahwa krisis ekologis yang sedang melanda Puar Merok tidak boleh dibiarkan atau diperbincangkan begitu saja, melainkan harus ditemukan alternatif pemulihan kembali ekosistem hutan serta vegetasi pohon-pohon lokal yang semakin hari semakin berkurang dan hilang. Atas dasar inilah, kami melibatkan orang-orang yang berkehendak baik untuk datang, melihat dan beraksi”, tandasnya.
Kegiatan yang diselenggarakan bertepatan dengan momentum Hari Pendidikan Nasional itu dihadiri oleh sujumlah elemen masyarakat mulai dari Camat Ndoso, Pastor Paroki Tentang bersama Pastor Rekan, Pemangku Adat, OMK Paroki Tentang, Para guru dan peserta didik dari SMPN 2 Ndoso, seluruh anggota komunitas P3K, Perwakilan dari JPIC Keuskupan Ruteng serta Warga Kakor. Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan meliputi: Ibadat Ekologis yang dipimpin oleh P. Andre Bisa, OFM (Pastor Paroki Tentang); Animasi Ekologis yang diberikan oleh Pater Andre dan Anselmus Darman (Camat Ndoso) serta konservasi Puar Merok dengan menanam bambu, aur, betong, sengon, mani’i dan gayam sebanyak 200 anakan.
Saat diwawancarai terkait alasan memilih melaksanakan kegiatan konservasi dengan mengisi momentum Hari Pendidikan Nasional, Benediktus Jebabun, Ketua P3K menerangkan bahwa “pendidikan yang sesungguhnya dilakukan oleh setiap pribadi dalam keseharian adalah berinteraksi dengan alam, mengenali alam, menjelajah alam, bekerja untuk memperoleh hasil dari alam, mengambil rezeki dari alam, akhirnya belajar dari alam terkait bagaimana alam memberi kehidupan bagi segenap makhuluk hidup”.
Dengan demikian, tegas pria asal Sirimese ini, “Hardiknas yang jatuh pada tanggal 02 Mei, bertepatan juga dengan kegiatan konservasi hari ini adalah kesempatan untuk belajar tentang lingkungan hidup dalam perspektif kearifan lokal Manggarai seperti cara memaknai hutan, tanah, air dan lingkungan hidup secara utuh. Olehnya, Hardiknas boleh jadi juga sebagai momentum untuk belajar lebih jauh dan mendalam lagi tentang pendidikan lingkungan hidup”, tuturnya.
Andre Bisa, saat animasi ekologis mengedepankan bahwa “konsep ekopedagogi yang direfleksikan dalam kegiatan konservasi, yang jatuh pada Hardiknas dan tentu saja didahului dengan peringatan Hari Bumi yang jatuh pada tanggal 22 April yang lalu mensyaratkan adanya upaya nyata dari para pendidik dan peserta pendidik atau siapapun untuk memikirkan kembali (re-think) gaya hidupnya sehari-hari dalam relasi dengan alam; menata kembali (re-structure) gaya hidupnya sehari-hari dalam relasi dengan alam; dan menyalurkan kembali (re-distribute) gaya hidup sehari-hari yang selaras dengan alam atau sepadan dengan kearifan-kearifan lokal”.
Bagi Pater Andre, “keutamaan ekopedagogi yang dipersyaratkan dengan memikirkan kembali, menata kembali serta menyalurkan kembali sesungguhnya mau memerlihatkan bahwasanya pendidikan senantiasa terkait erat dengan ruang dan waktu dimana relasi antara manusia dengan lingkungan alam mendapat tempatnya secara nyata. Dalam terminologi Richard Khan (Critical Pedagogy, Ecoliteracy and Planetary Crisis,), manusia yang adalah homo sapiens menyadari diri sebagai homo ecologicus terus mentransformasi diri melalui pendidikan sebagai homo educans. Melalui kerangka berpikir seperti ini, pendidikan ekologis amat dibutuhkan demi mengasah sensibilitas ekologis serta kesadaran terus-menerus akan keberadaan lingkungan hidup sebagai bagian dari ekosistem yang berpengaruh pada kehidupan manusia. Dalam dan melalui pendidikan ekologis, semua orang digiring kepada sensibilitas ekologis yang senantiasa sadar bahwa keberadaan dirinya hanya bisa berarti kalau ia ada bersama dengan ciptaan lain”, tuturnya.
Selain itu, Anselmus Darman, Camat Ndoso, dengan kewenangan sebagai kepala wilayah di Decamatan Ndoso dengan berapi-api memuji pilihan berorganisasi peduli lingkungan hidup yang dilakukan oleh kelompok P3K. Selain memuji inisiatif serta kreativitas merawat lingkungan hidup yang dilakoni oleh P3K, dia pun mendorong sinergi atau kerjasama berjejaring secara berkelanjutan untuk mengatur pengelolaan hutan adat Puar Merok. “Kita patut memuji dan mendukung inisiatif serta pilihan yang dibuat oleh kelompok P3K dalam organisasi yang mereka pilih secara sadar untuk perjuangan pelestarian lingkungan hidup, semoga kelompok ini tetap eksis dan terus menginspirasi kalangan muda dan siapa saja untuk menjaga dan melestarikan alam, terutama Puar Merok. Kita semua tahu, bahwa hutan yang dikonservasi ini adalah hutan adat, maka ke depannya perlu ada sinergi, diskusi, dialog ataupun kegiatan-kegiatan yang melibatkan semakin banyak orang, baik pemerintah, pemuka adat, tokoh agama dan warga masyarakat agar tetap lestari dan bekelanjutan hutan adat ini” tandasnya.
Adapun kegiatan sesi pertama berupa ibadat ekologis, animasi ekologis dan konservasi berlangsung dengan aman dari pukul 09.30 – 13.00. Selanjutnya sesi kedua dari rangkaian kegiatan tersebut dilanjutkan pada pkl. 18.30, bertempat di Natas Kakor dengan Talkshow bertajung Ekopedagogi. ***