Pada tahun 2024 ini, segenap warga bumi kembali merayakan Hari Bumi, tepatnya tanggal 22 April 2024 dengan mengusung tema: Planet vs Plastic atau Planet Lawan Plastik. Sebagai bagian dari warga bumi, umat Paroki St. Fransiskus Assisi Tentang melibatkan banyak pihak dalam kegiatan hari bumi pada Hari Senin, 22 April 2024 di Stasi Sirimese, Desa Golo Poleng, Kecamatan Ndoso, Manggarai Barat. Kegiatan  yang didukung penuh oleh JPIC-OFM Indonesia dan Yayasan KEHATI dikemas dalam tiga mata acara antara lain: pertama, konservasi lima mata air (Wae Lipang, Wae Like, Wae Bak, Wae Barong dan Wae Sosor); kedua, talkshow bertemakan Planet vs Plastic yang dipresentasikan oleh lima nara sumber; dan yang ketiga, Ekaristi ekologis yang dipimpin oleh P. Andre Bisa, OFM, Pastor Paroki St. Fransiskus Assisi Tentang.

Hadir dalam kegiatan tersebut sejumlah besar partisipan yakni: Kepala Desa Golo Poleng bersama Perangkat Desa, Babinsa Kecamatan Ndoso, Ketua Stasi Sirimese bersama segenap pengurus stasi; Fungsionaris adat Gendang Rahong Sirimese, OMK Paroki Tentang, Komunitas Pemuda Penjaga Penyelamat Kampung  (PPPK) JPIC-OFM Indonesia, utusan dari SDK Sirimese serta Umat Stasi Sirimese.

Seluruh dinamika kegiatan perayaan hari bumi tersebut dikemas sedemikian rupa oleh panitia lokal, dalam hal ini Komunitas Pemuda Penjaga Penyelamat Kampung (PPPK) sehingga terorganisir dengan baik dan efektif  mulai dari persiapan, aksi konservasi, talkshow hingga Ekaristi ekologis.

Pada sesi pertama, aksi konservasi, seluruh peserta disebarkan secara berkelompok ke limat titik mata air untuk membudidayakan sekitar 600 anakan bambu yang diberikan oleh Yayasan KEHATI sebagai kado hari bumi bagi warga Stasi Sirimese, Desa Golo Poleng. Selain tanaman bambu, warga yang terlibat pun membudidayakan sejumlah tanaman enau di tanah stasi serta tanaman hias (bunga) di lokasi Goa Maria Stasi Sirimese. Usai kegiatan konservasi, seluruh peserta kembali berkumpul di Rumah Gendang Rahong Sirimese untuk santap siang bersama.

Sore harinya, tepat pkl. 17.00, berlokasi di Goa Maria dan Kapela Stasi Sirimese, dilanjutkan sesi kedua dari kegiatan hari buumi yakni talkshow dengan tema: planet vs plastic. Tampil dalam sesi talkshow ini lima pembicara dengan topik pembicaraan yang menarik dan inspiratif. Bapak Thomas Jerubu [Tua Gendang Rahong Sirimese]: Wae Bate Teku & Uma Bate Duat / Air dan Kebun Dalam Kebudayaan Manggarai; Siprianus Mandut [Kepala Desa Golo Poleng]: Undang-Undang Desa Tentang Perlindungan Hutan dan Mata Air; Marianus Jemada [OMK Stasi Sirimese]: Ekowisata Berbasis Budaya; Yustinus Jampu [Pemuda Penjaga Penyelamat Kampung]: Peran Kaum Muda Dalam Pelestarian Hutan dan Mata Air; P. Andre Bisa, OFM [Pastor Paroki Tentang]: Planet vs Plastik serta Tanggungjawab Kristiani dalam Menjaga Bumi Rumah Bersama.

Topik yang dipresentasikan oleh kelima narasumber itu bersentuhan langsung dengan tema hari bumi 2024, yakni mengingatkan kembali warga bumi agar dengan berani dan penuh kesadaran mengatakan tidak atas penggunaan plastik demi kesehatan manusia dan bumi. Bahwa buruknya kesehatan manusia dan alam yang dipicu oleh penggunaan plastik merupakan risiko dan konsekwensi langsung yang mendesak untuk dipikirkan dan diperjuangkan. Olehnya, kampanye ini menyerukan penghapusan plastik sekali pakai, mendorong Perjanjian PBB tentang polusi plastik dan menuntut diakhirinya fast fashion. Selain itu, Planet vs Plastik menuntut pengurangan 60% produksi semua plastik pada tahun 2040. Plastik bukan hanya sekadar masalah lingkungan, melainkan juga ancaman besar terhadap kesehatan manusia.

Andre Bisa, dalam sesi itu mengingatkan semua peserta yang hadir dengan merujuk pada presentasi yang diluncurkan oleh Earthday.org, bahwa ancaman keselamatan yang dipicu oleh plastik, sama mengkhwatirkan dengan perubahan iklim. Karena saat terurai menjadi mikroplastik, plastik akan melepaskan  bahan kimia beracun ke dalam sumber makanan dan air, lalu meyebar melalui udara yang dihirup manusia. Di sisi lain, produksi plastik kini telah meningkat hingga lebih dari 380 juta ton per tahun. Lebih banyak plastik yang diproduksi dalam sepuluh tahun terakhir dibandingkan seluruh abad ke-20. Industri juga berencana untuk tumbuh secara eksplosif.

Karenanya, tegas Andre Bisa, Earthday.org menyebut setidaknya ada empat strategi untuk mencapai pengurangan 60 persen produk seua plastik pada tahun 2040. Pertama, meningkatkan kesadaran masyarakat luas akan kerusakan yang disebabkan oleh plastik terhadap kesehatan manusia, hewan, dan seluruh keanekaragaman hayati. Selain itu, perlu lebih banyak penelitian mengenai implikasi kesehatan dari plastik, termasuk pengungkapan segala informasi mengenai dampaknya kepada publik.

Kedua, menghapuskan semua plastik sekali pakai pada 2030 dan mencapai komitmen penghapusan bertahap ini dalam Perjanjian PBB tentang polusi plastik pada 2024. Ketiga, menuntut kebijakan untuk mengakhiri fast fashion dan banyaknya jumlah plastik yang diproduksi dan digunakan. Keempat, berinvestasi pada teknologi dan material inovatif untuk membangun dunia bebas plastik.

Bukan sebatas talkshow, para narasumber yang membawakan materi pun memberikan masing-masing solusi konkret untuk gerakan pelestarian bumi dan melawan plastik. Fungsionaris adat Gendang Rahong berikhtiar untuk melibatkan segenap warga kampung untuk menghidupkan kembali kearifan lokal yang menaruh hormat pada hutan dan mata air melalui gerakan menanam dan menyulam bumi dalam ritual-ritual adat. Juga, Kepala Desa Golo Poleng, di hadapan peserta yang hadir menegaskan untuk memberlakukan undang-undang desa dan ataru peraturan desa untuk menjaga dan mengamankan lokasi-lokasi mata air yang sudah dikonservasi. Sementara dari Komunitas PPPK, Yustinus Jampu mengajak generasi muda untuk lebih kreatif dan tanpa ragu-ragu berada di garda terdepan dalam kegiatan pelestarian dan perlindungan hutan dan mata air. Selain itu, gerakan untuk memerangi sampah mesti menjadi musuh bersama sehingga  alam yang indah dan baik yang kita wariskan dari leluhur tetap terpelihara dari generasi ke generasi. Selain itu, Marianus Jemada, perwakilan OMK Sirimese, dalam presentasinya menyerukan perlu dan mendesaknya mengambil langkah konkret untuk meningkatkan perekonomian masyarakat pengrajin sopi dan gula merah untuk menanam, merawat dan melestarikan enau dan pohon-pohon lokal untuk menjamin penciptaan ekonomi kreatif secara berkelanjutan, juga menjadikan Desa Golo Poleng dan Stasi Sirimese sebagai salah satu dari tujuan destinasi wisata yang dipenuhi dengan citarasa budaya dan kearifan lokal yang estetis, ekonomis dan ekologis. Senada dengan solusi-solusi, konkret yang sudah ditawarkan oleh keempat narasumber, tak ketinggalan Andre Bisa, Pastor Paroki Tentang pun menargetkan agar pohon-pohon yang telah dibudidaya di sumber-sumber air perlu dijaga, dikontrol, dimonitoring secara berkala sehingga dapat dipanen hasilnya pada waktunya. Paroki akan terus membangun kerjasama berjejaring dengan para pihak, baik pemerintah, pemuka adat maupun LSM untuk pengadaan anakan pohon untuk kegiatan konservasi lanjutan di tempat-tempat yang belum terjangkau, termasuk ruas jalan rawan longsor yang terbentang dari Sirimese sampai Tentang.

Mengakhiri sesi talkshow, Andre Bisa mengajak seluruh umat untuk membawa segala harapan dan niat baik dalam perayaan Ekaristi Ekologis sebagai ungkapan syukur kepada Allah Pencipta yang telah menciptakan segala sesuatu baik adanya untuk kita manusia, serentak menuntut dari pihak kita manusia untuk menjaga dan memelihara bumi sebagaimana diserukan oleh Paus Fransiskus dalam Ensilik Laudato Si: “Setiap komunitas dapat mengambil dari harta benda bumi apa yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup, tetapi juga memiliki kewajiban untuk melindungi bumi dan menjamin keberlangsungan kesuburannya untuk generasi-generasi mendatang” [LS. Art. 67].

 

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

eleven + 16 =