Yohanes Wahyu Prasetyo OFM
Pada tahun ini keluarga Fransiskan merayakan 800 Tahun “Kidung Segenap Ciptaan” (Canticle of the Creatures). Kidung tersebut mengajarkan pola relasi yang ideal dengan Tuhan, sesama manusia, dan ciptaan lainnya. Terkait hal ini, para saudara Gardianat Portiuncula yang terdiri dari komunitas Joseph Cupertino, Antonius Padua, dan Pastoran Paskalis pada Senin, 3 Maret 2025 merayakannya dengan mengunjungi Komunitas Ciliwung Condet (Bang Kodir). Kunjungan persaudaraan tersebut dirangkai dalam sejumlah kegiatan, yaitu ibadat ekologis, menanam benih pohon salak, diskusi tentang sungai, dan buka puasa bersama.
Perlu diketahui bahwa awalnya kegiatan tersebut akan dilaksanakan di Padepokan Ciliwung Condet (Bang Lantur). Karena banjir yang menggenangi Padepokan Ciliwung Condet (PCC), Bang Lantur sebagai tuan rumah menghendaki dan memindahkan kegiatan ini ke Komunitas Ciliwung Condet (KCC). Hal ini dimaksudkan supaya kegiatan yang sudah dirancang tetap berjalan dan terlaksana dengan baik.
Para saudara berkumpul di komunitas Antonius Padua dan berangkat bersama-sama pada pukul 13.30 WIB menuju KCC. Sesampainya di KCC, para saudara disambut saudari dan saudara PCC serta KCC yang sudah menunggu kedatangan kami. Kami berkumpul di aula KCC untuk mengawali dan membuka kegiatan ini. Dalam sambutannya mewakili PCC dan KCC, Saudara Lantur mengucapkan terima kasih atas kehadiran para saudara Fransiskan Gardianat Portiuncula yang lima tahun terakhir ini secara konsisten mengadakan kegiatan bersama pada bulan suci ramadhan. Hal ini juga bermanfaat untuk terus merajut dan mempererat tali persahabatan.
Sdr. Antonius Nugroho Bimo Prakoso OFM yang mewakili para saudara, dalam sambutannya mengucapkan terima kasih karena telah menerima para saudara Fransiskan Gardianat Portiuncula dengan baik. Meskipun PCC terkena banjir, semangat dan niat baik untuk berjumpa dengan kami tidak pudar. Mencarikan dan menyediakan tempat di KCC, sehingga kita tetap dapat berjumpa dan melaksanakan kegiatan ini. Semoga perjumpaan ini meneguhkan dan membawa keberkahan bagi kita semua.
Kemudian saudari dan saudara PCC dan KCC mempersilahkan kami untuk melangsungkan ibadat ekologis (15.00 WIB) yang dipimpin oleh Saudara Bimo selaku gardian. Dalam renungan yang disampaikannya, Saudara Bimo mengajak para saudara untuk mengagumi keindahan ciptaan Tuhan. Menyadari tugas dan tanggung jawab kita merawat bumi sebagai rumah kita bersama. Tugas dan tanggung jawab tersebut dapat terus kita hidupi secara konkret dalam kehidupan kita sehari-hari di komunitas kita masing-masing.
Sebelum berkat penutup, Saudara Bimo memberkati benih pohon salak dan lahan yang akan digunakan untuk menanam. Benih pohon salak yang dipilih untuk ditanam adalah salak condet (salacca zalacca). Menurut saudari dan saudara PCC serta KCC, salak condet merupakan salak khas Jakarta. Salak condet ditetapkan sebagai maskot Jakarta berdasarkan Keputusan Gubernur Jakarta nomor 1796 tahun 1989. Penanaman benih pohon salak diwakili oleh tiga saudara, yaitu Sdr. Yohanes Kristoforus Tara OFM (komunitas Joseph Cupertino), Sdr. Timotius Titus Petrus Beto OFM (komunitas Antonius Padua), dan Sdr. Yohanes Epa Prasetya OFM (komunitas Pastoran Paskalis).
Setelah ibadat ekologis dan menanam benih pohon salak selesai, pukul 16.00 WIB kegiatan dilanjutkan dengan diskusi tentang sungai. Diskusi diawali dengan perkenalan, karena yang mengikuti kegiatan ini bukan hanya para saudara Gardianat Portiuncula dan saudari serta saudara PCC dan KCC, tetapi juga sejumlah komunitas seperti Ciliwung Muara Bersama (CMB), Ciliwung Bamboon Lestari (CBL), Laskar Kali Krukut, Bang Japar (Jawara & Pengacara), WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) DKI Jakarta, dan Laskar Krukut Luhur (LASKARU).
Diskusi tentang sungai dikemas dalam sharing, di mana setiap komunitas membagikan pengalaman dan refleksi mereka. Pertama, Padepokan Ciliwung Condet diwakili Saudara Lantur melihat adanya krisis lingkungan yang masif, tetapi fenomena tersebut kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Sebagai anak-anak Indonesia kita seharusnya mempunyai keresahan dan kepedulian bersama berhadapan dengan berbagai macam persoalan lingkungan. Kemudian muncul pertanyaan, apakah kita harus diam? Sambil melakukan sesuatu yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan apa yang ada, kita harus terus berisik menyuarakan persoalan lingkungan sampai pemerintah dan masyarakat terusik. Selain itu, pemuka agama mempunyai tugas dan tanggung jawab, yaitu berkhotbah tentang lingkungan.
Kedua, Komunitas Ciliwung Condet diwakili Saudara Kodir mengatakan bahwa jika mau melihat kesehatan masyarakat, lihatlah sungainya apakah dikelola dengan baik atau tidak. Kemajuan negara juga tercermin dalam sehat atau tidaknya lingkungan. Terkait hal ini, persoalan sungai tidak lepas dari persoalan ekonomi, hukum, dan kemanusiaan. Sehingga harus tercipta birokrasi yang memadai yang memungkinkan perawatan sungai berkelanjutan. Pemerintah yang dipilih oleh rakyat harus memperhatikan dan melaksanakan hal ini dengan baik.
Ketiga, Ciliwung Muara Bersama diwakili Saudara Leo menegaskan bahwa lingkungan bukan milik individu atau pribadi tertentu, tetapi milik kita bersama. Hal ini menyadarkan komunitasnya untuk terus menanam pohon dan merawatnya serta memastikan kebersihan sungai. Selain itu, menjadikan lahan yang ada di sekitar sungai sebagai sarana camping ground. Melalui camping ground diharapkan setiap orang yang berkunjung dan menggunakan fasilitas yang ada merasakan kedekatan dengan alam dan berdampak mencintai alam serta berkehendak baik merawat alam.
Keempat, Ciliwung Bamboon Lestari diwakili Saudara Asdad meyakini bahwa sikap peduli lingkungan dilakukan bukan sekadar dengan membersihkan sampah, tetapi harus ada inovasi dan kreativitas yang mendasari serta menyertainya. Oleh karena itu, dalam rangka merawat sungai dan lingkungan, komunitasnya mengadakan sejumlah kegiatan rutin seperti edukasi, wisata, olahraga, dan konservasi.
Kelima, Laskar Kali Krukut diwakili Saudara Rudi membagikan kegiatan komunitasnya dalam satu hari mengurai dua ton sampah organik. Sampah organik yang diolah digunakan untuk memberi makan magot, di mana magot tersebut dimanfaatkan untuk budidaya ikan. Hal ini berguna dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar. Dengan demikian, dari cara kerja kreatif, kita dapat menyelamatkan lingkungan. Perlu diketahui bahwa kegiatan tersebut didasarkan pada panggilan jiwa, hati nurani. Mengurai persoalan lingkungan harus dimulai dengan peduli pada lingkungan terdekat. Selain itu, harus disadari bahwa percuma kita menyebut diri sebagai manusia beriman, tetapi masih membuang sampah sembarangan.
Keenam, Bang Japar diwakili Saudari April dan Saudari Evi melihat pentingnya seni dan budaya sebagai media edukasi dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan mencintai lingkungan. Selain itu, komunitas mereka menumbuhkan dan mengembangkan sikap simpati serta empati terhadap masyarakat yang terdampak akibat kerusakan lingkungan dan persoalan lainnya melalui kegiatan sosialisasi cara hidup sehat dan pendampingan hukum.
Ketujuh, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia DKI Jakarta diwakili Saudara Roni dan Saudara Bagas membagikan pengalaman mereka dalam melakukan penelitian serta pendampingan warga. Bagi mereka, persoalan lingkungan bukan sekadar persoalan individu, tetapi persoalan sosial. Oleh karena itu, penting untuk memastikan terejawantahnya keadilan antargenerasi. Di tengah terjadinya berbagai macam persoalan lingkungan yang berdampak pada masyarakat luas, misalnya pencemaran air dan privatisasi air, kita harus mempunyai komitmen untuk merawat dan mempertahankan apa yang ada serta terus bersuara, tidak boleh diam.
Kedelapan, Laskar Krukut Luhur diwakili Saudara Reza menyatakan bawa dewasa ini jumlah sampah dari hari ke hari semakin meningkat. Hal ini menjadi salah satu penyebab kondisi tanah kehilangan kesuburannya. Selain itu, maraknya penggunaan pupuk kimia merusak tanah dan mengganggu keseimbangan unsur hara. Sehingga perlu menanamkan kesadaran di tengah masyarakat untuk mencintai lingkungan, misalnya dengan menggunakan pupuk organik. Karena lingkungan hidup pada dasarnya bagian dari hidup kita.
Setelah mendengarkan sharing dari delapan komunitas, para saudara memberikan tanggapan. Pertama, Saudara Kristo melihat bahwa persoalan lingkungan dalam bentuk apa pun adalah persoalan kita bersama. Oleh karena itu, kunjungan persaudaraan lintas iman seperti ini harus dilanjutkan dalam rangka mengurai secara nyata persoalan lingkungan yang ada di hadapan kita. Pada hakikatnya, agama-agama mengajarkan kepada kita untuk mencintai, melestarikan, dan merawat bumi sebagai rumah kita bersama.
Kedua, Sdr. Rikard Selan OFM menekankan bahwa cara hidup dan kehadiran para saudara Fransiskan di tengah masyarakat salah satunya dengan memperjuangkan kelestarian lingkungan hidup. Hal ini terus dilakukan untuk menghidupkan semangat Santo Fransiskus Assisi yang memandang segenap ciptaan sebagai saudara dan saudari. Selain itu, Saudara Rikard mengucapkan terima kasih atas kesaksian para aktivis lingkungan dari delapan komunitas. Kesaksian tersebut membangkitkan kesadaran dan kepedulian untuk bersama-sama mengurai berbagai macam persoalan lingkungan.
Ketiga, Saudara Peter meyakini bahwa kehidupan yang ditata dengan baik dan harmonis akan membuahkan kesejahteraan masyarakat luas. Hal ini mengandaikan kesadaran dalam diri manusia di mana segala sesuatu yang ada di dunia ini saling terkait. Oleh karena itu, manusia tidak boleh rakus, tamak, dan egois. Para aktivis lingkungan yang hadir di tempat ini menunjukkan teladan bagaimana menjalin relasi yang sehat dengan alam atau lingkungan.
Tepat pukul 18.15 WIB, setelah selesai diskusi (sharing dan tanggapan), dilanjutkan dengan buka puasa bersama. Saudari dan saudara yang hadir menikmati aneka makanan yang telah disediakan sambil berbincang untuk semakin mengenal lebih dekat satu dengan yang lain. Kemudian pada pukul 19.30 WIB para saudara berpamitan dan kembali ke komunitas masing-masing. ***