Romo Yohanes Wahyu Prasetyo OFM
Salib dan maut merupakan salah satu jalan perendahan diri “sang kebaikan tertinggi”, yaitu Yesus Kristus. Yesus juga merendahkan diri pada peristiwa Natal (kelahiran) dan Ekaristi (kenangan akan penderitaan, wafat, dan kebangkitan). Oleh karena itu, Yesus senantiasa hadir dan berada di antara manusia. Perlu diketahui bahwa jalan salib merupakan perjalanan panjang Yesus, dari “rumah Pilatus” menuju “tempat penyaliban” (Golgota).
Iman, harapan, dan kasih yang bergelora di dalam diri Yesus ketika menapaki jalan salib merupakan teladan hidup bagi umat Kristiani. Karena umat Kristiani yang ada di dunia membutuhkan “cermin” atau teladan hidup dalam rangka berziarah menuju rumah Bapa. Selain itu, motivasi Yesus berkenan memanggul salib yaitu sikap taat kepada Bapa dan kasih terhadap manusia. Dengan demikian, Yesus ingin memberikan diri secara total, tanpa pamrih. Tidak mencari popularitas dan sanjung-puji di ruang publik.
PERHENTIAN I
Yesus Berhadapan dengan Hakim yang Lalim
Yesus adalah hakim agung, bijaksana, dan adil yang akan datang pada akhir zaman. Namun, ketika hidup dan berada di antara manusia, Yesus berhadapan dengan Pilatus, hakim yang tidak agung, tidak bijaksana, dan tidak adil. Hal ini menunjukkan bahwa Pilatus merupakan hakim yang lalim. Selain itu, Pilatus tidak mempunyai pendirian dan kemampuan menilai.
Pilatus takut, cemas, dan ragu-ragu mengambil keputusan. Oleh karena itu, Pilatus mengambil keputusan berdasarkan anjuran yang disampaikan oleh orang-orang yang membenci Yesus. Akibatnya, Yesus menjadi korban ketidakagungan, ketidakbijaksanaan, dan ketidakadilan seorang hakim yang lalim. Pilatus mengambil air dan membasuh tangan sembari berkata, aku tidak bersalah terhadap orang ini; itu urusan kamu sendiri! (Mat 27:24).
PERHENTIAN II
Yesus Memanggul Salib
Yesus menjadi korban ketidakagungan, ketidakbijaksanaan, dan ketidakadilan seorang hakim yang lalim. Oleh karena itu, Yesus ditelanjangi, mengenakan jubah ungu, dimahkotai duri, dan memanggul salib. Pada titik tertentu, Yesus harus memikirkan, melihat, mendengarkan, dan merasakan penghinaan, hujatan, penindasan, kekejian, fitnahan, sesahan, dan penderitaan.
Setelah diadili oleh hakim yang lalim, Yesus harus berhadapan dengan para serdadu yang kejam dan tidak manusiawi. Namun, Yesus bersikap taat, sabar, rendah hati, dan tidak mengeluh. Bahkan Yesus menerima dengan hati terbuka sapaan sinis dari para serdadu, salam, hai Raja orang Yahudi! (Mat 27:29). Hal ini menunjukkan bahwa Yesus mempunyai kasih tanpa batas dan meluap-luap.
PERHENTIAN III
Salib Membelenggu dan Membuat Yesus Jatuh
Sebagaimana dialami Yesus, berjalan sembari memanggul salib bukan perkara mudah. Yesus ditekan secara fisik dan psikis sepanjang perjalanan menuju tempat penyaliban, Golgota. Akibatnya, jiwa dan raga Yesus tersiksa dan diporak-porandakan. Bagaikan berjalan di lorong-lorong yang gelap. Jalan salib yang ditempuh Yesus penuh dengan ketidakpastian. Hanya ada satu kepastian dalam hidup dan perjalanan Yesus, yaitu kematian.
Wajar apabila pada titik tertentu Yesus jatuh. Kejatuhan Yesus menunjukkan bahwa salib yang dipanggul-Nya sangat berat dan menyengsarakan. Namun, Yesus bangkit untuk melanjutkan perjalanan. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya (Yes 53:4). Dengan demikian, Yesus semakin yakin bahwa penderitaan harus dihadapi, dijalani, dan diselesaikan, bukan dihindari serta diratapi.
PERHENTIAN IV
Yesus Berjumpa dan Bertatap Muka dengan Maria
Yesus menatap wajah Maria dalam perjalanan menuju tempat penyaliban, Golgota. Jiwa dan raga Maria hancur lebur, menyaksikan Putera yang dikandung dan dilahirkannya memanggul salib. Pikiran, mata, telinga, mulut, dan hati Maria tersayat-sayat. Kepedihan tidak dapat dihapus dari jiwa dan raga Maria. Hal ini telah diramalkan para Nabi, dukamu sebesar laut (Rat 2:13).
Berhadapan dengan situasi dan kondisi tersebut, Maria setia dan tekun menemani Puteranya. Tidak membiarkan Puteranya berjalan sendirian. Tindakan Maria tersebut membuat Yesus mempunyai semangat baru dan motivasi dalam diri untuk terus berjalan. Selain itu, Yesus mempunyai harapan, dibalik penderitaan ada kebahagiaan.
PERHENTIAN V
Simon dari Kirene Ikut Memanggul Salib
Simon dari Kirene merupakan pribadi lugu dan sederhana. Hatinya tersentuh dan tergerak untuk ambil bagian memanggul salib yang ditimpakan kepada Yesus. Karena Yesus terlihat letih, lesu, dan berbeban berat. Tindakan yang dilakukan Simon bersifat tulus. Tidak ada motivasi untuk mendapatkan pengakuan dan penghargaan.
Simon mampu menghalau sikap egois dan individualis. Bersikap simpati dan empati ketika melihat Yesus mengalami penderitaan. Selain itu, Simon menempatkan Yesus sebagai guru kehidupan (cermin atau teladan hidup). Karena Yesus pernah bersabda, setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku (Mat 16:24).
PERHENTIAN VI
Veronika Membersihkan Wajah Yesus yang Berlumuran Darah
Mahkota duri yang dikenakan di kepala Yesus dan hukuman fisik yang ditimpakan para serdadu membuat-Nya berlumuran darah. Melihat Yesus berlumuran darah, Veronika berinisiatif membersihkan wajah-Nya. Veronika bergegas dan menjumpai Yesus tanpa rasa takut. Kasih mengalir di dalam jiwa dan raga Veronika. Veronika bersikap peduli dan tidak menutup mata terhadap penderitaan Yesus.
Veronika tergerak hatinya untuk merawat Yesus. Tidak membiarkan Yesus memanggul salib dalam kedaan kotor, berlumuran darah. Dengan demikian, Veronika melaksanakan sabda Yesus, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku (Mat 25:40).
PERHENTIAN VII
Yesus Jatuh Tersungkur Tertimpa Salib
Yesus merasa bahwa luka, derita, dan sakit yang ditanggung-Nya semakin parah. Selain itu, sikap durhaka dan jahat serta siksaan yang ditimpakan para serdadu kepada Yesus membuat-Nya semakin lemah, payah, dan tidak berdaya. Hal ini membuat Yesus jatuh tersungkur dan tertimpa salib.
Yesus tidak protes dan meratapi penderitaan-Nya. Seperti seekor domba Ia dibawa ke pembantaian; dan seperti anak domba yang kelu di depan orang yang menggunting bulunya, demikianlah Ia tidak membuka mulut-Nya (Kis 8:32). Dalam situasi dan kondisi tragis serta mengenaskan, Yesus bangkit dari keterjatuhan dan melanjutkan perjalanan. Berjuang sampai titik darah penghabisan. Tidak terbuai dan larut dalam kesedihan.
PERHENTIAN VIII
Yesus Menasihati Perempuan yang Menangis dan Meratap
Sejumlah perempuan menangisi dan meratapi penderitaan Yesus. Tangisan dan ratapan sejumlah perempuan tersebut mengundang reaksi dalam diri Yesus. Oleh karena itu, Yesus memberikan nasihat kepada mereka, hai putri-putri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu! (Luk 23:28).
Nasihat yang disampaikan Yesus kepada sejumlah perempuan yang menangis dan meratap merupakan kata-kata bijak. Penderitaan tidak boleh ditangisi dan diratapi. Karena tidak ada gunanya. Lebih baik penderitaan dijalani dengan tekun dan setia. Dengan demikian, penderitaan menjadi sarana pemurnian diri.
PERHENTIAN IX
Yesus Jatuh Tersungkur untuk Ketiga Kalinya
Tempat untuk menyalibkan Yesus sudah tampak. Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu yang tidak lama Yesus akan segera disalibkan. Namun, Yesus kehabisan tenaga dan jatuh tersungkur. Menjadi semakin jelas bahwa Yesus memikul beban yang sangat berat. Beban fisik dan psikis. Harus jatuh berulang kali. Realitas tersebut selaras dengan kata-kata Pemazmur, tetapi aku ini ulat dan bukan orang, cela bagi manusia, dihina oleh banyak orang. Semua yang melihat aku mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya (Mzm 27:7-8).
Karena sikap taat kepada Bapa dan kasih terhadap manusia, Yesus bangkit untuk melanjutkan perjalanan. Yesus memberikan dan mengorbankan diri secara total, tanpa pamrih dalam bentuk apa pun. Tidak pernah takut menghadapi “saudari maut badani”, yaitu kematian. Iman, harapan, dan kasih bergelora di dalam diri Yesus. Oleh karena itu, berbagai macam godaan, tantangan, dan kesulitan dihadapi-Nya dengan tenang.
PERHENTIAN X
Yesus Dipermalukan dan Ditelanjangi
Sesampainya di tempat penyaliban, Yesus ditelanjangi oleh para serdadu. Tindakan tersebut dilakukan para serdadu untuk mempermalukan Yesus. Yesus bagaikan sampah. Hidup-Nya tidak mempunyai nilai dan makna. Pemazmur telah meramalkan nasib Yesus, mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku (Mzm 22:19).
Tubuh Yesus mencucurkan darah, lantaran bekas luka yang belum kering. Sedangkan para serdadu terus-menerus menghina dan menghujat Yesus. Meskipun Yesus sudah tidak berdaya, para serdadu masih tega mengolok-olok dan mencibir-Nya.
PERHENTIAN XI
Yesus Dipaku di Kayu Salib
Para serdadu mencampakkan Yesus ke tanah dan memaku tangan serta kaki-Nya di kayu salib. Kemudian para serdadu menegakkan salib Yesus. Para serdadu melakukan tindakan keji dan kejam. Hal ini dilakukan oleh para serdadu untuk menunjukkan kepada banyak orang bahwa Yesus merupakan manusia yang paling hina dan bodoh, tidak layak hidup di dunia. Dalam keadaan hina dan sekarat, Yesus berdoa, ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat (Luk 23:34).
Yesus tidak menaruh rasa dendam dan benci kepada orang-orang yang menghujat serta menyiksa diri-Nya. Sebaliknya, Yesus sangat mencintai dan mengasihi mereka. Memaklumi dan memaafkan tindakan keji serta kejam yang dilakukan para serdadu. Yesus hanya ingin mereka menyadari dan mengakui kesalahan, kemudian memperbaiki diri. Tidak mengulangi tindakan yang sama kepada yang lain.
PERHENTIAN XII
Yesus Wafat dan Menyerahkan Roh-Nya kepada Bapa
Kegelapan meliputi seluruh daerah tempat penyaliban. Matahari tidak bersinar dan tabir bait suci terbelah menjadi dua. Yesus bergulat dengan maut dalam keadaan menderita dan sengsara. Kemudian Yesus berseru, Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? (Mzm 22:2). Hal ini menunjukkan bahwa Yesus merasa sendiri dan ditinggalkan Bapa. Namun, Yesus taat dan percaya kepada kehendak Bapa seraya berseru dengan suara nyaring, Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku (Luk 23:46).
Sikap percaya dan taat kepada kehendak Bapa di tengah penderitaan merupakan modal utama Yesus, memungkinkan-Nya melaksanakan tugas serta tanggung jawab sampai tuntas. Meskipun dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab tersebut ada berbagai macam godaan, tantangan, dan kesulitan. Dengan demikian, di balik penderitaan dan ketidakpastian hidup, Allah menjanjikan kebahagiaan abadi.
PERHENTIAN XIII
Jenazah Yesus Diturunkan dari Salib oleh Yusuf dari Arimatea
Yusuf dari Arimatea menurunkan jenazah Yesus dari salib. Kemudiaan jenazah Yesus diletakkan di pangkuan Maria. Maria memeluk Yesus dengan erat. Dalam situasi dan kondisi batin yang hancur lebur menyaksikan penderitaan serta kematian Yesus, Maria bersikap tegar dan merelakan kepergian Putera yang sangat dikasihinya.
Maria merupakan figur abdi Allah yang taat dan setia. Mendampingi Yesus dari awal sampai akhir. Selanjutnya, mereka mengambil mayat Yesus, mengapaninya dengan kain lenan dan membubuhinya dengan rempah-rempah menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat (Yoh 19:40). Hal ini menunjukkan bahwa di antara begitu banyak orang yang membenci Yesus, masih ada orang yang bersimpati dan berempati kepada-Nya, ambil bagian dalam penderitaan-Nya.
PERHENTIAN XIV
Yesus Dimakamkan
Dekat tempat di mana Yesus disalibkan ada suatu taman dan dalam taman itu ada suatu kubur baru yang di dalamnya belum pernah dimakamkan seseorang. Karena hari itu hari persiapan orang Yahudi, sedang kubur itu tidak jauh letaknya, maka mereka meletakkan mayat Yesus ke situ (Yoh 19:41-42). Dengan dimakamkannya Yesus, bukan berarti hidup dan karya-Nya selesai. Pada hari yang ketiga Yesus bangkit dalam kemuliaan.
Karena kasih Yesus lebih kuat daripada maut. Yesus pernah bersabda, sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah (Yoh 12:24). Dengan demikian, setiap orang yang mengikuti, meneladani, dan mengimani Yesus tidak boleh takut terhadap maut serta penderitaan.
PENUTUP
Penderitaan, wafat, dan kebangkitan Yesus memulihkan hidup umat Kristiani. Harapannya umat Kristiani mampu bercermin pada jalan salib sebagaimana ditapaki oleh Yesus. Karena jalan salib merupakan cermin kehidupan dan jalan kemenangan. Sebagai murid dan pengikut Yesus, umat Kristiani harus memanggul “salib-salib kehidupan” dengan tekun dan setia. Mampu bangkit dari keterpurukan dan penderitaan yang datang silih berganti. Menjadi anak-anak Allah yang tangguh dan taat. Dengan demikian, apabila suatu saat “saudari maut badani” (kematian) datang, umat Kristiani tidak takut dan selalu dalam keadaan siap. ***